Senin 08 Dec 2014 06:13 WIB
Hukum Mati Bandar Narkoba

Pengamat: Jokowi tak Perlu Ikuti Permintaan Amnesty International

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Bayu Hermawan
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo diminta mengabaikan peringatan dari Amnesty International, terkait rencana memberikan hukuman mati terhadap narapidana kasus peredaran Narkoba.

"Abaikan saja, hukuman mati harus berlangsung," ujar Arbi Sanit pada Republika, Ahad (7/12).

Arbi menilai tidak semua peringatan dari Amnesty International harus diikuti. Terlebih untuk kali ini adalah berhubungan dengan penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya Amnesty International tidak perlu ikut campur dalam penegakan hukum khususnya dalam kasus Narkoba.

"Hak asai mabuk, mabuk kemanusiaan," ucapnya.

Ia menegaskan, hukuman tegas bagi para pelaku peredaran Narkoba bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak melakukan hal yang sama. Terlebih kasus Narkoba secara tidak langsung telah menyebabkan banyak orang tewas dan merusak generasi muda. Sehingga sangat wajar jika para gembong narkoba menerima hukuman mati.

Selain itu, hukuman mati juga bisa menjadi peringatan keras bagi pengedar Narkoba international untuk tidak merusak generasi muda Indonesia. "Keputusan ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak melakukan hal yang sama. Ini negara dunia, bukan surga," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Amnesty International meminta Pemerintah Indonesia membatalkan hukuman mati terhadap lima orang yang terlibat dalam kejahatan Narkoba. Amnesty International meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan grasi kepada lima bandar Narkoba yang rencananya akan dihukum mati akhir tahun ini.

Direktur Riset Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Rupert Abbott mengatakan Pemerintah Jokowi-JK harus secepatnya membatalkan rencana eksekusi itu. Ia mengingatkan saat berkampanye Presiden Jokowi berkomitmen untuk memperbaiki penghormatan atas hak asasi manusia.

"Menggunakan hukuman mati akan menjadi noda serius pada catatan awal hak asasi manusia di Pemerintahan Jokowi-JK," katanya, Sabtu (7/12).

Ia melanjutkan, menangkal kejahatan serius adalah tujuan sah untuk pemerintahan yang baru. Namun menerapkan hukuman mati adalah cara yang salah dalam mencapainya. Hukuman mati tidak berhasil menjadi penghalang bagi kejahatan.

"Setiap eksekusi dipastikan juga menghalangi upaya pemerintah untuk melindungi warganegara Indonesia yang dijatuhi hukuman mati di luar negeri. Rencana nyata Pemerintah Indonesia untuk mengeksekusi lima orang pada akhir tahun harus dibatalkan secepatnya," ujar Rupert Abbott.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement