Senin 08 Dec 2014 06:47 WIB

Demi Supremasi Hukum, Jokowi Boleh Abaikan Amnesty International

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Bayu Hermawan
  Presiden Jokowi menyapa para pendukungnya pada Konser Salam 3 Jari di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Senin (20/10) malam.   (Republika/Yasin Habibi)
Presiden Jokowi menyapa para pendukungnya pada Konser Salam 3 Jari di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Senin (20/10) malam. (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Presiden Joko Widodo untuk memberikan hukuman mati terhadap terpidana kasus peredaran Narkoba, merupakan sebuah pilihan untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia.

Pengamat politik menilai dalam menegakan supremasi hukum, Presiden Jokowi dinilai tak perlu mengikuti permintaan pihak luar seperti Amnesty International.

"Ini pilihan, bisa dianggap sebagai penegak supremasi hukum," ujar Yunarto Wijaya pada Republika, Minggu (7/12).

Sebab menurutnya keputusan ini menurutnya bisa menjadi penting dilakukan sebagai penegasan bahwa hukum tidak pandang bulu. Apalagi tegas Yunarto jika memang semua proses hukum telah dilakukan penegak hukum dan Jokowi untuk menegakkan hukum dan menjadikan pelajaran bagi masyarakat.

"Saya yakin Jokowi telah melakukan tahapan sebelum keputusan menjatuhkan hukum mati. Karena hukum mati memang seharusnya menjadi pilihan terakhir," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung untuk mengeksekusi lima narapidana akhir tahun ini, antara lain narapidana gembong narkoba. Namun, rencana pemerintah ini mendapat pertentangan dari organisasi HAM internasional, Amnesty International

Karena menurut Amnesty International hal itu dianggap pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement