REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menunda pengesahan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional IX yang diajukan kubu Aburizal Bakrie ataupun kubu Agung Laksono.
"Saran saya, Menkumham harus menunda pendaftaran pengesahan pengurus DPP Golkar, baik kubu Ical maupun kubu Agung," kata Yusril dalam kicauannya di akun twitter @Yusrilihza_Mhd, Senin (8/12).
Menurut Yusril, Menkumham harus netral, berpikir dan bertindak legalistik dalam mengesahkan kepengurusan partai politik. "Menkumham harus menjauhkan pertimbangan politik dalam mengesahkan kepengurusan partai," kata dia.
Yusril mengatakan kalau ada dua kubu dalam kepengurusan hasil munas yang berbeda, itu berarti ada konflik internal dalam partai, dan konflik internal harus diselesaikan oleh mekanisme internal partai melalui mahkamah partai yang dibentuk oleh partai itu sendiri.
"Kalau selesai oleh mahkamah partai, Menkumham bisa sahkan. Kalau tak selesai, Menkumham harus tunggu putusan inkracht pengadilan, mana pengurus yang sah, baru disahkan," katanya.
Menurut Yusril, yang jadi masalah adalah siapa yang memimpin partai selama konflik internal belum selesai sementara pengurus baru belum disahkan. Sebab, tidak mungkin kepemimpinan partai menjadi vakum karena pengurus baru belum disahkan Menkumham.
"Partai kan harus jalan terus dan harus ambil keputusan yang berimplikasi luas ke masalah kenegaraan," kata dia.
Yuril yang pernah menjabat sebagai Menkumham itu berpendapat bahwa sebelum ada kepengurusan DPP Golkar hasil Munas IX yang disahkan, sebaiknya roda organisasi partai dijalankan oleh pengurus lama, yakni hasil Munas VIII.
"Saya berpendapat pengurus partai yang telah disahkan sebelum adanya konflik internal, dalam hal ini sebelum Munas Bali ataupun Ancol, secara hukum harus dianggap sebagai pengurus yang sah sambil menunggu konflik internal selesai melalui mekanisme hukum dan Menkumham sahkan," katanya.
Info seputar sepak bola silakan klik di sini