REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menilai adanya peluang mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Hal itu dilakukan melalui sejumlah program pengentasan kemiskinan pemerintah dan program khusus.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo, mengatakan BPS mencatat angka kemiskinan per Maret 2014 sebesar 11,25 persen. Menurutnya, program wajib belajar 12 tahun yang diterapkan pemerintah bakal menurunkan angka kemiskinan secara efektif. Sebab, hampir sebagian besar penduduk miskin di Indonesia tingkat pendidikannya SMP ke bawah.
"Nah kalau bisa ditingkatkan minimal SMA, akan membuat orang miskin menjadi kreatif dalam kehidupan dan mata pencaharian yang lebih baik," kata Sasmito saat dihubungi Republika, Senin (8/12).
Selain itu, menurutnya pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke program lain seperti percepatan infrastruktur akan memberikan efek multiplier ganda. Perbaikan infrastruktur akan menarik investor dalam negeri dan luar negeri. Sehingga bisa memberikan tambahan lapangan pekerjaan.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih baik dinilai bakal tertampung. "Saya harapkan itu yang akan membuat kita keluar dari middle income track atau jembakan kelas menengah," imbuhnya.
Menurutnya, angka kemiskinan secara umum dari tahun ke tahun mengalami penurunan, meskipun agak lambat. BPS, kata Sasmito, melakukan pencatatan kemiskinan setiap Maret dan September. Maret menjadi puncak aktivitas masyarakat karena panen dan pekerjaan lebih banyak. Sedangkan September aktivitas dinilai menurun karena menjelang musim paceklik.
Terkait program pengentasan kemiskinan, Sasmito menilai cukup efektif ketika angka kemiskinan masih tinggi. Namun, ketika proporsi kemiskinan rendah, lanjutnya, orang miskin absolut butuh treatmen khusus.
"Dengan meningkatkan wajib belajar, bahkan kalau mau didorong orang dewasa yang pendidikannya masih di bawah SMA perlu ikut kejar paket A, paket B atau paket C supaya kualifikasi tenaga kerja meningkat," terangnya.