REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak tawaran Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional (Munas) Jakarta Agung Laksono agar menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Golkar.
Terkait itu, Pengamat Politik M Qodari menilai bahwa JK juga melihat plus minusnya kubu Agung.
"Kalau menolak berarti JK sudah tahu jika kubu Agung lemah, kalau kuat tidak mungkin dia (JK) nolak, dia pasti mau dong," ujar M Qodari saat dihubungi Republika Online, Rabu (10/12).
Dilanjutkan Qodari, JK juga pasti melihat basis politik yang dibangun kubu Agung Laksono. "Dikarenakan itu sulit bagi kubu Agung, kalau JK tahu kubu Agung kuat, tidak mungkin JK gak mau," kata Qodari lagi.
JK juga menurutnya menganggap posisi kubu Agung juga sekaligus tidak kuat di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). "Kalau kuat JK pasti mau, tapi misalnya ternyata JK juga sudah punya penilaian bahwa kubu Agung tÍdak kuat di Kemenkumham, maka ngapain dia terima," terangnya.
Di samping itu, Qodari juga menyampaikan, seyogianya posisi JK memang menengahi. "Sebaiknya memang menengahi, tidak terlibat di salah satu kubu," katanya.
Seperti diketahui, namun JK sebelumnya menuturkan alasannya tidak menerima tawaran kubu Agung dikarenakan komitmennya di Kabinet Kerja untuk tidak mengurusi ranah politis. Perjanjian di Kabinet Kerja, kata JK, bahwa baik Menteri maupun Presiden dan Wapres tidak boleh aktif di partai.
Mantan Ketum Golkar ini juga mengaku telah menjelaskan alasan tersebut terhadap kubu Agung dan mengungkapkan penghargaannya atas Munas yang digelar di Jakarta.