REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan inventarisir Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Industri Keuangan Non Bank OJK Yusman mengatakan untuk mengawasi lembaga pembiayaan berbasis komunitas, OJK nantinya akan menggandeng pemerintah daerah.
Pasalnya, jumlah LKM yang bergitu besar dan tersebar di berbagai wilayah membuat hampir mustahil pengawasan dilakukan OJK sendiri. Berdasarkan perkiraan, jumlah LKM yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 600 ribu unit. Jumlah permodalah inipun bervariasi.
Kemungkinan besar, kata dia, LKM yang tidak memenuhi persyaratan modal bisa berlaih fungsi menjadi agen branchless banking atau laku pandai alias lembaga keuangan tanpa kantor. Pasalnya, mau tidak mau LKM juga memerlukan permodalan yang uat untuk melayani pembiayaan masyarakat
“Mungkin sekitar 60 ribu beralih menjadi LKM, yang kecil bisa nanti menjadi agen branchles banking,” ujar dia, Rabu (10/12).
Menurutnya, berdasarkan pemetaan, tidak sampai 10 persen yang nanti tetap bertahan sebagai LKM. OJK telah menyempurnakan aturan menenai perizinan usaha dan kelembagaan LKM. Mulai Januari, LKM hanya bisa menjalankan kegiatan usaha setelah mendapatkan izin usaha dari OJK. Artinya, LKM harus mendaftarkan diri ke OJK.
LKM yang berada di tingkat desa atau kelurahan wajib menyetorkan moda. Untuk tingkat kecamatan OJK mewajibkan jumlah minimal modal disetor sebesar Rp 100 juta. Bagi LKM di tingkat kabuoaten, jumlah minimal modal yang disetor mencapai Rp 500 juta.
Bagi LKM berbentuk PT, OJK mewajibkan peningkatan modal menjadi Rp 100 miliar. LKM berbentuk koperasi modalnya wajib Rp 50 juta. Pada ketentuan lama, penyertaan modal untuk LKM berbentuk PT hanya Rp 25 miliar. OJK memberi waktu hingga tahun 2019 bagi PT untuk memenuhi kecukupan modal ini.