Senin 15 Dec 2014 14:16 WIB

Pengobatan Ala Nabi Mulai Dilirik dalam Terapi Pengobatan Klinis (2-habis)

Rep: heri purwata/ Red: Damanhuri Zuhri
Pengobatan bekam.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengobatan bekam. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Salah satu kasus menarik yang pernah ia tangani adalah ketika ada pasien yang berobat karena menderita penyakit-penyakit aneh, seperti muncul paku/benda asing dari anggota tubuh seorang pasien.

Masyarakat sering menganggap penyakit ini sebagai dampak dari teluh/santet sehingga justru dicarikan orang pintar bukan ahli medis di bidangnya. Rumah sakitpun sering angkat tangan menangani kasus semacam ini karena dianggap bukan wilayah mereka lagi.

Namun Rumah Sakit Nur Hidayah telah berhasil mengobatinya dan pasien bisa sembuh. “Untuk mengobatinya, ia menggabungkan terapi klinis dan pengobatan Nabi dengan cara mengajak pasien untuk meningkatkan iman kepada Allah agar dilindungi dari gangguan sihir. Lewat cara tersebut, pasien dapat sembuh dari penyakitnya dan tidak lagi bergantung pada cara-cara mistik untuk berobat,” tandasnya.

Sementara Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII, Ahmad Fauzy mengatakan ciri-ciri masyarakat madani, salah satunya pemerintah memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreativitas warga untuk mewujudkan program pembangunan di wilayahnya.

Namun masyarakat madani tidak terbentuk begitu saja, tetapi membutuhkan proses dan perjuangan secara terus menerus.

Menurut Fauzy, masyarakat dapat dikatakan madani dan lestari bila telah terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, kelompok dalam masyarakat.

Berkembangnya modal manusia (human capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi social antar kelompok.

Selain itu, kata Fauzy, tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan atau dengan kata lain terbuka akses terhadap berbagai pelayanan social.

Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat serta lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum di mana isu-isu kepentingan bersama dan kewajiban public dapat dikembangkan.

Adanya kohesifitas (keterpaduan) antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap salilng menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement