Selasa 16 Dec 2014 21:24 WIB

Busyro Muqoddas Berpamitan

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Citra Listya Rini
Busyro Muqoddas
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- "Saya mau pamit dan minta maaf kepada publik kalau ada yang kecewa. Kita harus terus berjuang agar rakyat benar-benar bedaulat dan pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti."

Kalimat itu disampaikan Muhammad Busyro Muqoddas di hari terakhirnya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di hadapan para awak media, Busyro berpamitan kepada masyarakat Indonesia. Dia meminta maaf atas segala kekurangan saat ia menjadi salah satu dari lima pimpinan lembaga antikorupsi itu.

Tanggal 16 Desember 2014 adalah hari terakhir Busyro menjadi komisioner KPK. Dalam diskusi sederhana bersama wartawan, pria kelahiran Yogyakarta 62 tahun silam itu terus menggelorakan semangat perlawan terhadap korupsi.

Sambil duduk lesehan di Gedung KPK lantai 1, ia juga tak segan untuk mendengarkan segala masukan dan kritik yang dialamatkan kepadanya. Mengenakan baju putih bergaris lengan panjang berpadu celana bahan warna hitam, mantan ketua Komisi Yudisial itu terlihat santai.

Dalam sesi diskusi dengan suasana yang cair itu, Busyro mengatakan masih banyak hal yang perlu dan harus terus dilakukan untuk memberantas semua perilaku koruptif. Semua elemen harus bekerja sama untuk menjadikan rakyat berdaulat dan mewujudkan Indonesia yang benar-benar bersih dari korupsi.

Busyro juga berbicara seputar kemungkinannya terpilih atau tidak untuk kembali menjadi pimpinan KPK. Baginya, itu bagian dari rencana Tuhan dalam perjalanan hidupnya. Pengajar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menyerahkan semua pada mekanisme formal yang berlaku.

Dia tidak mempermasalahkan dirinya terpilih atau tidak. Dimanapun berada, semangat untuk memberantas korupsi telah terpatri dalam dirinya. Busyro menyerahkan kepada DPR terkait siapapun yang dipilih untuk menjadi komisioner KPK.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.

(QS. Al-An'am ayat 145)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement