Kamis 18 Dec 2014 02:57 WIB

MTQ Bisa Atasi Krisis Ulama

Rep: c60/ Red: Damanhuri Zuhri
Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)
Foto: Republika/Amin Madani
Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) atau perlombaan membaca Alquran merupakan salah satu cara menanggulangi krisis ulama di Tanah Air.

“Acara seperti ini dapat menjawab kekhawatiran akan kekurangan ulama pada masa datang,” kata Lukman Hakim Saifudin saat membuka Musabaqah Guru Taman Pendidikan Alquran (MGTPQ) Tingkat Provinsi Banten di Serang, Banten, Selasa (16/12).

MTQ, menurut menag, juga memiliki makna strategis untuk menginternalisasikan nilai dan pesan yang terkandung di dalam Alquran. “Melalui upaya ini, mari kita membumikan Alquran ke dalam pembangunan karakter bangsa.’’

Lukman menyoroti kemerosotan akhlak dan moral bangsa, terutama di kalangan pemuda perkotaan. Kemerosotan akhlak tersebut salah satunya memicu terjadinya kekerasan terhadap orang lain.

Menag menyayangkan banyak remaja Muslim yang enggan mengaji dan mengkaji Alquran di surau-surau dan mushala. Akibatnya, tempat ibadah umat Islam itu semakin sepi dari suara pemuda yang mengumandangkan ayat-ayat Alquran.

Karena itu, Menag sangat mengapresiasi upaya Kanwil Kemenag Banten untuk memberantas buta huruf Alquran di kalangan remaja. Yang dimaksud buta huruf Alquran, menurut Menag, tidak hanya buta baca, tapi juga buta isi kandungan dan nilai Alquran.

Kepada para guru dan santri Taman Pendidikan Alquran, Menag mengingatkan agar Alquran tidak hanya dibaca dan dihafal dengan lagu yang indah.

Lebih dari itu, Alquran harus dipahami pesan, isi, dan nilai yang terkandung. “Dikaji isi dan kandungannya agar nilainya bisa menjadi landasan berkehidupan masyarakat,” kata menag.

Kepada para santri yang sedang menghafal Alquran, ia berpesan agar terus istiqamah dalam belajar, mengajarkan, serta mengampanyekan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam ahlus sunah wal jamaah, dan Islam yang moderat. “Islam yang ramah, bukan marah.’’

Alumnus Pondok Modern Gontor Ponorogo ini berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menyukseskan Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (Gemmar Mengaji) yang telah dicanangkan Kemenag.

Menurut dia, tradisi membaca Alquran setelah Maghrib harus dijaga dalam membangun karakter bangsa yang unggul dan berakhlakul karimah.

Menag berkisah tentang tradisi di keluarganya yang mencoba terus menjaga dan memelihara tradisi leluhur, yaitu shalat Maghrib berjamaah, dilanjutkan dengan membaca Alquran.

“Shalat Maghrib berjamaah dan membaca Alquran itu tradisi yang sangat baik. Dengan begitu, kita bisa terus menjaga komunikasi antaranggota keluarga.’’

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement