Kamis 18 Dec 2014 12:55 WIB

Kehadiran Atase Agama Sangat Mendesak

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Amin Madani
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyatakan, kehadiran atase agama di beberapa negara sudah dirasakan mendesak, karena negara sudah tergolong mengabaikan kepentingan warganya terkait urusan pernikahan, pelayanan keagamaan dan kependudukan.

"Kita perlu mendirikan atau membuat atase agama. Kita perlu memberi perlindungan," katanya dengan suara lantang pada seminar Perlindungan Pemerintah terhadap pemeluk Agama di Jakarta, Kamis.

Pada seminar tersebut diharapkan para peserta memberi kontribusi bagi penyusunan RUU Perlindungan Umat Beragama. Seminar tersebut diikuti kalangan akademis, para kepala kantor kementerian agama seluruh Indonesia dan dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Pada seminar tersebut juga tampil sebagai narasumber antara lain rohaniawan Benny Susetyo yang mengangkat makalah RUU Perlindungan Umat Beragama (Perspektif Menurut Konstitusi) dan anggota Komnas HAM Nur Kholis.

Saleh Partaonan Daulay menyatakan, untuk mendapatkan data saja berapa jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermukim di negara jiran, atau pun Saudi Arabia, negara tak memilikinya. Untuk urusan data saja, negara telah gagal.

Apa lagi, lanjut dia, untuk memberi pelayanan keagamaan seperti pernikahan. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang nikah - apakah dengan sesama TKI atau pun dengan warga asing - negara tidak mencatatnya. Sebab, banyak TKI memiliki kartu tanda penduduk (KTP) tetapi sudah habis masa berlakunya."Pernikahan mereka tidak diregistrasi oleh pemerintah," ujar Saleh Partaonan Daulay dengan suara keras.

Pemerintah Malaysia, Saudi Arabia dan negara lainnya yang banyak menerima TKI sampai saat ini tidak mendapat pelayanan dari negara sebagaimana mestinya. Itu tidak saja untuk yang menganut agama Islam, untuk beragama lain pun sama.

Negara lain saja, menurut dia, satu saja warganya hilang, sudah demikian heboh. Pemerintahnya mencari ke berbagai kota. "Ini, di kita, berarti sudah merupakan bentuk dari kelalaian. Kita sudah mengabaikan konstitusi sendiri," ia menjelaskan.

Atase agama sudah dirasakan mendesak untuk dihadirkan di sejumlah negara. Apakah itu di Hongkong, Malaysia atau pun Saudi Arabia, harapnya.

Saleh Partaonan Daulay juga menjelaskan pula, dalam menyusun RUU Perlindungan Umat Beragama tidak perlu meniru atau mendengarkan celoteh miring dari pihak asing. Konstitusi Indonesia sudah jelas, ada Pancasila dan UU Dasar 45.

"Rambu-rambunya sudah ada. Kalaupun ada yang hendak memberikan masukan terhadap RUU perlindungan umat beragama, harus disikapi dengan bijaksana," ujarnya.

Dia menegaskan Indonesia adalah negara besar. Budaya dan kemajemukannya, termasuk suku-sukunya telah memperkuat NKRI. Hal itu sudah teruji, bahkan aliran kepercayaan pun terlindungi.

"Jadi, tak perlu lagi harus menyontek negara asing dalam penyusunan RUU Perlindungan Umat Beragama, katanya mengingatkan.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement