REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Presiden Direktur PT Pertamina EP, Tri Siwindono sebagai saksi terkait kasus dugaan suap terhadap mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin. Selain Tri, KPK juga memeriksa Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu.
Tri dan Haposan keluar gedung KPK bersamaan setelah diperiksa hingga malam hari. Mereka meninggalkan gedung lembaga antikorupsi itu dengan menumpangi mobil yang sama.
Keduanya enggan berkomentar kepada wartawan terkait pemeriksaan yang dijalaninya selama kurang lebih delapan jam itu. Bahkan, mereka menutup wajahnya saat kamera wartawan terus menyorotnya.
Mereka bergegas masuk mobil Honda CRV warna hitam bernomor polisi B 1856 BJF. Tri duduk di belakang, sementara Haposan duduk di depan di samping supir. Mereka terus menutup mukanya.
Tri sempat mengeluarkan kata sesaat sebelum menutup kaca mobilnya. "Pusing, pusing," katanya sambil terus menutupi wajahnya, Kamus (18/12) malam.
KPK terus mendalami dugaan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh PT Pertamina EP lantaran kejanggalan yang terjadi dalam proyek jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Bangkalan, Jawa Timur. Sebelumnya, Tri dan Haposan sempat mangkir dari pemanggilan pertama, Selasa (16/12) lalu.
Dua mantan petinggi anak perusahaan pertamina tersebut diperiksa sebagai saksi untuk Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko sebagai tersangka penyuap mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron.
Gas yang disuplai dari Pertamina EP sampai saat ini belum jelas dan masih didalami penyidik terkait dugaan penyimpangan yang terjadi. KPK sejauh ini masih fokus terkait perkara yang menjerat tersangka dalam kasus jual beli gas alam ini. Tetapi, bukan tidak mungkin perkara ini akan berkembang sampai pada pihak-pihak yang terkait dalam pusaran kasus tersebut.
Dalam kasus ini, Antonio yang diduga sebagai pemberi hadiah dikenakan sangkaan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan huruf b serta pasal 13 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara terhadap Fuad Amin yang diduga sebagai penerima dikenakan sangkaan pasal 12 huruf a dan b, pasal 5 ayat 2, pasal 11 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.