REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Humanity for Palestine (H4P), melaporkan Israel telah terbukti melanggar 94 perjanjian gencatan senjata sejak Agustus 2014 hingga kini. Bentuk pelanggaran terakhir ialah serangan udara yang dilakukan oleh militer Israel terhadap warga Palestina di Khan Yonis dan nelayan Gaza di Perairan Barat Palestina.
Seperti dilansir International Middle East Media Center,Ahad (21/12), pada 26 Agustus 2014, pemerintah Palestina dan Israel telah meratifikasi perjanjian gencatan senjata. Hal ini untuk menghentikan tindakan agresif militer Israel dan meminimalkan upaya kekerasan oleh kelompok militan Palestina. Namun, selang beberapa hari kemudian, perjanjian ini gugur.
Adapun, poin-poin gencatan senjata antara lain bersifat multilateral. Yakni, kedua belah pihak tidak mengadakan serangan satu sama lain. Selain itu, penduduk sipil diperkenankan beraktivitas ekonomi dan sosial, seperti penyediaan kebutuhan bahan makanan pokok dan perdagangan.
Misalnya, nelayan Gaza diizinkan beroperasi pada perairan dalam garis batas tiga hingga enam mil dari bibir pantai. Serta, pengurangan “zona aman” di wilayah Gaza dari 300 meter menjadi 100 meter.
Bagaimanapun, Israel tetap melancarkan aksi militer. Termasuk, sebanyak 33 kali tentara Israel menembak penduduk sipil Palestina, hingga melukai 16 orang dan memetik nyawa satu orang Palestina. Itu dilakukan tak lama setelah perjanjian disepakati. Hal ini menyulitkan terwujudnya perdamaian jangka panjang di kawasan Timur Tengah.
Humanity for Palestine merupakan organisasi mondial nonpolitik yang keanggotaannya kebanyakan netizen dan aktivis perdamaian Timur Tengah. Organisasi ini bertujuan memfasilitasi segala upaya masyarakat global nonpolitis untuk mendukung perdamaian di Palestina, tanpa memandang identitas agama maupun negara.