REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memangkas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 provinsi hingga ratusan miliar rupiah.
Anggaran yang dipotong sebagian besar merupakan anggaran perjalanan dinas, uang rapat, tunjangan PNS daerah, bantuan keuangan dari provinsi ke kabupaten/kota dan belanja makan dan minum.
"Itu yang kami pangkas ratusan miliar anggaran yang tidak rasional. Ini kan baru 26 RAPBD, nanti akan kami total berapa yang dipangkas," kata Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (22/12).
Menurut Reydonnyzar, hingga saat ini baru 26 provinsi yang telah menyerahkan RAPBD-nya ke Kemendagri. Sebanyak 21 diantaranya telah dievaluasi dan diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri untuk diketok sebagai APBD 2015. Sementara lima RAPBD masih dalam proses evaluasi.
Sebanyak delapan provinsi belum menyerahkan RAPBD. Sementara tenggat waktu terakhir bagi provinsi untuk mengesahkan APBD 2015 pada 31 Desember 2015. Delapan provinsi itu adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Bengkulu, DKI Jakarta, Papua Barat, Kalimantan Barat, Maluku, dan Sulawesi Barat.
Selain memotong belanja pegawai dan perjalanan dinas, Kemendagri juga memangkas dana bantuan sosial (bansos). Lantaran dana bansos sebagian besar dianggap sangat eksesif atau berlebihan.
"Penggunaan dana hibah dan bansos di daerah sangat eksesif apalagi menjelang pilkada. Kadang-kadang ada daerah yang membelanjakan hibah melampui 10 persen total belanja daerah," ujarnya.
Tidak hanya berlebihan, penggunaan dana bansos juga cenderung dimanipulasi. Untuk kepentingan politik pada saat menjelang pilkada.
"Bansos tertentu yang kemudian tidak dibantah ada muatan kepentingan. Itu yang dirasakan sangat eksesif," jelas Reydonnyzar.
Meski begitu, hibah bansos yang sifatnya wajib menurut Reydonnyzar tidak dipangkas. Contoh hibah wajib tersebut misalnya bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan Kartu Jakarta Sehat (KJS), atau Kartu Jakarta Pintar (KJP).
"Yang dipotong dana hibah bansos yang berlebihan, tidak rasional. Misalnya dana untuk ormas atau masyarakat tertentu," ungkapnya.