REPUBLIKA.CO.ID, DRESDEN -- Gerakan Patriotic Europeans Against the Islamisation of the West (PEGIDA) melanjutkan aksi anti imigran pada Senin (22/12) malam.
Popularitas PEGIDA terus meningkat paska dibentuk pada Oktober lalu. Kini jumlah pendukungnya mencapai 15 ribu orang.
Ribuan orang demo di jalanan kota Dresden, Jerman. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri. Paul adalah salah satunya. Pensiunan dokter dari ibukota, Berlin tersebut mengatakan aksi sangat penting untuk menunjukan bahwa PEGIDA berisi orang-orang biasa, bukan dari ideologi garis kanan.
PEGIDA secara umum menolak masuknya imigran dari negara-negara konflik, seperti Suriah, Irak dan sekitarnya. Mereka menganggap imigran berpotensi merusak stabilitas dengan menyebar ajaran Islam radikal.
"Saya secara prinsip tidak melawan Muslim," kata Paul pada Aljazirah, Selasa (23/12). Namun, ia mengatakan tak ingin Muslim mengubah budaya Jerman. Mereka tetap ingin menjadi orang Eropa. Selain itu, Paul mengatakan tak ingin imigran memanfaatkan Jerman untuk mencari materi.
Sementara, Kanselir Jerman Angela Merkel mengutuk demonstrasi tersebut. "Tak ada tempat untuk membenci mereka yang datang ke negara kita," katanya. Menteri Peradilan Heiko Maas mengatakan aksi telah mempermalukan Jerman. Sementara beberapa politisi menyebut PEGIDA sebagai reinkarnasi Nazi.
Pendukung PEGIDA mengatakan mereka melawan segala bentuk kebencian dan radikalisme, tak peduli dari agama atau aliran politik mana pun. Kelompok ini ingin mempertahankan budaya barat yang didominasi Yahudi dan Kristiani.
Mereka melawan parallelgesellschaft, sebutan untuk komunitas imigran yang tetap mempertahankan norma budaya mereka dan tidak berintegrasi dengan masyarakat lokal.
Beberapa meter di belakang Paul, berdiri Jorg. Para demonstran menolak menyebut nama panjang mereka dan hanya ingin dikutip dengan nama panggilan. Jorg memegang papan yang tertulis 'benci', 'kekerasan', dan 'Al Quran' yang dicoret tinta merah.
Ia mengatakan Islam mengajarkan kebencian, kekerasan dan membahayakan perdamaian masyarakat Jerman. Henrik yang berasal dari Bremen mengatakan tidak boleh ada syariah di Eropa. Ia tak ingin tradisi Kristen menghilang.
Tak hanya PEGIDA, gerakan sayap kanan lain yang pernah muncul adalah Hooligans Against Salafists di kota Cologne. Menurut Gereon Flumann dari Badan Federal Jerman untuk Civic Education, gerakan dengan ide sayap kanan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
"PEGIDA mengaku tidak mempromosikan xenophobia (anti pada hal asing), namun jika dilihat dari demo dan tindakan mereka, mungkin ada xenophonia dibalik PEGIDA," kata Flumann. Sejauh ini, demonstrasi Dresden bebas dari kekerasan, tidak seperti demonstrasi Hooligans Against Salafists.
Muslim adalah minoritas terbesar di Jerman. Jumlahnya sekitar lima persen dari 82 juta populasi. Menurut jurnal sains dan bina lingkungan internasional, jumlahnya terus meningkat hingga lebih dari lima persen pada 2009.
Jerman menghadapi gelombang migran yang terus meningkat. Dalam enam bulan pertama tahun 2014, jumlah pencari suaka lebih dari 65.700 orang. Lebih tinggi dari negara lain di seluruh dunia. Mereka pada umumnya berasal dari Suriah, Irak dan Afganistan.
Menurut survei Pew Research Center pada sepertiga orang Jerman, 29 persen menganggap imigran adalah beban karena mengambil jatah lapangan kerja dan memanfaatkan keadaan sosial. Sentimen anti Islam muncul seiring peningkatan jumlah Muslim.
"Saya kira ada pemahaman bahwa Islam telah mengakar dalam masyarakat dengan berpartisipasi dalam politik dan komunitas publik, dan mereka tidak tenang," kata seorang profesor dari Berlin Free University Institut Studi Islam, Schirin Amir-Moazami.
Gelombang anti imigran lebih banyak muncul di bagian timur Jerman. PEGIDA merencanakan protes berikutnya setelah Senin malam. Mereka ingin melihat apakah jumlah partisipan terus bertambah.