Rabu 24 Dec 2014 16:01 WIB

Pihak Bermusuhan di Libya Setuju Berunding 5 Januari

Libya
Foto: [ist]
Libya

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perundingan perdamaian putaran baru yang bertujuan untuk menghentikan perang di Libya akan diselenggarakan 5 Januari setelah faksi-faksi yang bertikai nampaknya telah sepakat, kata para diplomat PBB.

Utusan Chad untuk PBB, Mahamat Zene Cherif, yang negaranya menjadi ketua bergilir Dewan Keamanan PBB bulan ini mengatakan setelah diskusi tertutup bahwa peta jalan itu berisikan tiga hal.

Ia tidak menjelaskan rincian lebih jauh, tetapi mengatakan satu unsur adalah "pemerintah persatuan nasional yang beranggotakan wakil-wakil dari dua kelompok."

Seorang diplomat Dewan Keamanan PBB lainnya mengatakan rencana itu juga menetapkan satu gencatan senjata serta penarikan semua milisi dan perlucutan senjata-senjata pihak-pihak yang berseteru.

Utusan khusus PBB untuk Libya, Bernardino Leon, menyatakan "kekhawatirannya yang dalam" atas memburuknya situasi di negara Afrika utara itu dalam satu pidato pada petemuan yang direkam video.

Ia menyerukan "gencatan senjata segera" dan semua pihak "agar melakukan dialog," kata Charif.

Dewan Keamanan juga menyatakan cemas atas banyaknya senjata yang beredar di negara itu kendatipun embargo diberlakukan pada Libya, dan memberikan dukungan penuh mereka pada usaha perdamaian Leon.

Lebih dari tiga tahun setelah diktator Muamar Gaddafi digulingkan dan dibunuh dalam pemberontakan dukungan NATO, negara itu banjir senjata-senjata dan milisi-milisi yang kuat, dan ada dua pemerintah dan parlemen yang bersaing.

Pertempuran seru berkobar di kota terbesar kedua Benghazi dan barat ibu kota Tripoli antara pasukan yang setia pada pemerintah yang diakui internasional dan satu kelompok milisi Islam.

Perundingan putaran pertama diselenggarakan September, tetapi berakhir tanpa hasil. Perundingan-perundingan direncanakan akan diselenggarakan bulan ini tetapi berulang-ulang ditangguhkan.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan Selasa bahwa pertempuran belum lama ini menewaskan ratusan warga sipil dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah-rumah mereka.

"Pelanggaran terus berlangsung tanpa para pelaku dihukum.Tidak ada usaha untuk menghentikanya," kata Ravina Shamdasani, juru bicara badan hak asasi manusia PBB kepada wartawan di Jenewa.

Ia memperingatkan bahwa banyak tindakan kejam dilakukan di seluruh Libya "mungkin sama dengan kejahatan perang."

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement