REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio menyatakan, TNI-AL tak hanya mengurusi penangkapan kapal asing yang melakukan pencurian ikan. Melainkan ada tugas pokok dan fungsi lebih dominan, yakni menjaga kedaulatan NKRI.
Lagipula, kapal-kapal patroli yang dimiliki TNI AL juga tidak bisa seluruhnya beroperasi. Hal ini lantaran terkendala minimnya stok BBM.
Marsetio menjelaskan, anggaran untuk BBM TNI AL selama setahun tidak cukup dalam mengoperasikan kapal patroli. Tahun 2014, Angkatan Laut membutuhkan anggaran Rp 5,6 triliun untuk BBM dalam menggerakkan kapal-kapal patroli lautnya.
"Tapi cuma 28-29 persen saja yang dipenuhi. Idealnya, sebesar Rp 6,01 triliun (anggaran BBM TNI AL), baru semua kapal kita bisa bergerak," tuturnya.
Ia mencontohkan, jajarannya memperoleh informasi ada 20 kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah laut Arafuru, di perairan Papua-Maluku. Sedangkan kapal patroli yang sudah dalam kondisi siap untuk mengejar kapal-kapal itu ada 3 kapal, namun yang bisa dioperasikan hanya satu kapal, lantaran minim BBM.
Kendala lain lambannya penindakan kapal-kapal asing adalah wilayah laut Indonesia yang sangat luas. Dan membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengejar target, ditambah lagi tantangan gelombang laut yang tinggi.
"Wilayah laut kita luas sekali, misalnya, kalau dilihat di peta hanya sekitar 2 cm, tapi kenyataan di lapangan bisa 700-800 mil yang memakan waktu dua hari dengan kecepatan kapal 10-12 knot," imbuhnya.
Sepanjang tahun 2014, TNI AL berhasil memberikan tindakan tegas kepada kapal asing yang memasuki perairan Indonesia sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebanyak 434 kapal diperiksa, 409 kapal diizinkan melanjutkan pelayaran, 25 kapal dikawal (di-Adhoc), 12 kapal proses bebas karena tak cukup bukti, dan 13 kapal proses hukum.