Rabu 24 Dec 2014 22:16 WIB

Muslimah Pakistan Ini Raih Nilai Ujian Matematika Terbaik di Dunia

Rep: C01/ Red: M Akbar
Dr Nusrat Irshad speaks with her daugher Ayesha Memon who will be awarded soon for the full marks in mathematics talks to her mother Dr Nusrat Irshad at her residence in Fujairah
Foto: The National
Dr Nusrat Irshad speaks with her daugher Ayesha Memon who will be awarded soon for the full marks in mathematics talks to her mother Dr Nusrat Irshad at her residence in Fujairah

REPUBLIKA.CO.ID, FUJAIRAH - Seorang pelajar Muslimah asal Pakistan yang baru berusia 17 tahun berhasil meraih nilai tertinggi di dunia dalam ujian matematika. Ujian matematika ini merupakan ujian matematika Cambridge IGCSE yang diikuti oleh berbagai sekolah dari berbagai negara.

Lebih dari 10.000 sekolah dari 160 negara di dunia mengikuti ujian matematika ini. Meski banyak pesaing, Ayesha Memom berhasil mengungguli para pelajar lain dari sekolah-sekolah tersebut. Sebagai penghargaan atas prestasi yang dicapainya, Ayesha akan dianugerahi penghargaan Sheikh Maktoum bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum Cambridge Outstanding Learner Award.

"Guru-guru saya telah mengira bahwa saya akan mendapatkan penghargaan bergengsi ini pada tahun ini, akan tetapi sejujurnya saya masih belum mempercayainya. Ini merupakan kabar baik bagi saya dan juga keluarga saya," terang Ayesha seperti dikuti dari The National.

Ayesha pindah ke Uni Emirat Arab (UEA) tiga tahun lalu karena pekerjaan ayahnya yang seorang dokter di rumah sakit Ras Al Khaimah. Ayesha menyatakan kualitas pendidikan di UEA memiliki standar yang sangat tinggi. Ia menyatakan, di UEA, para pelajar tidak hanya terikat pada pelajaran saja. Sekolah-sekolah di UEA juga menyediakan berbagai macam aktivitas untuk membentuk kepribadian dari para pelajar.

Meski begitu, pendidikan di UEA sangatlah mahal. Hal itu cukup memberatkan Ayesha untuk melanjutkan studi di UEA sehingga kemungkinan ia akan melanjutkan studi di luar UEA. Meskipun ia ingin tetap melanjutkan pendidikan di UEA, tapi ia mengerti keinginannya akan cukup membebani orang tuanya yang harus membiayai pendidikan saudaranya juga.

Sebelumnya, ketika ia tinggal di Arab Saudi, ia mengenyam pendidikan dengan metode homeschooling selama tujuh tahun. Ayesha menyatakan bahwa ia tidak dapat menikmati masa-masa itu. Ia menilai sistem homeschooling menghilangkan kepercayaan diri serta kemampuan komunikasi anak.

"Saya membutuhkan banyak waktu untuk menyesuaikan diri dan berpartisipasi di lingkungan sekolah umum," jelas Ayesha.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement