REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Penerbangan dari ITB Joko Sarjadi memprediksi pesawat Air Asia QZ8501 sempat "melayang" tanpa mesin menyala sebelum jatuh di perairan Tanjung Pandan, 105 mil laut dari Pangkalan Bun. Hal ini menurutnya, lantaran ditemukannya korban dengan kondisi tubuh utuh tanpa luka bakar.
Penemuan ini menunjukkan bahwa pesawat bukan meledak hebat di udara. "Kalau meledak dalam arti dispute, saya pikir tidak. Tapi kalau meledak di bagian tertentu pesawat mungkin terjadi," ujarnya, Selasa (30/12).
Adanya awan cumolo nimbus, lanjut Joko, sangat memungkinkan untuk menyebabkan kerusakan mesin sehingga membuat pilot tidak sempat melakukan tindakan lebih jauh. "jadi pesawat bukan jatuh bebas tetapi melayang, seperti proses mendarat biasa. Gliding di udara sebelum menyentuh air," katanya.
Namun, Joko memprediksi bahwa pilot tidak dengan sengaja memutuskan untuk mendarat di atas air. Dia menilai, keputusan melayang bebas hingga menyentuh air bukan karena pilot sengaja melakukannya namun lebih kepada tidak adanya pilihan.
"Bukan memutuskan untuk mendarat. Tapi boleh jadi dari atas semua orang di dalamnya sudah pingsan karena perbedaan tekanan udara. Kemudian boleh jadi juga pilotnya sudah tidak bisa mengontrol atau pesawatnya sendiri sudah mengalami failure, mechanical failure atau electronic failure sehingga pilot tidak bisa kendalikan. Jadi kemungkinan terakhir dia hanya bisa melayang bebas," lanjutnya.
Sedangkan penemuan jenazah yang lengkap dengan baju pelampung, Joko menilai, adalah langkah prosedural yang harus dilakukan ketika pesawat mengalami goncangan hebat. "Jadi bukan lantas diniatkan mendarat di air. Namun semua hasil penyelidikan ada di KNKT," lanjutnya.