REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono bersikukuh tidak akan mencabut gugatan yang mereka layangkan kepada kubu Aburizal Bakrie (Ical) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Kubu Agung khawatir kehilangan posisi tawar dalam perundingan damai dengan kubu Ical.
"Kalau dicabut tidak bisa diajukan lagi (sampai) kapan pun. Justru ini memberikan frame untuk berunding," kata Ketua Bidang Hukum DPP Partai Golkar hasil Munas IX Ancol, Lawrence Siburian di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (5/1).
Lawrence mengatakan tidak ada perjanjian mencabut gugatan dalam proses perundingan damai dengan kubu Ical. Sebab menurutnya gugatan itu dilayangkan sebelum terjadi dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar. "Gugatan diajukan 5 Desember 2014. Waktu itu Golkar Pak Agung belum ada. Belum munas juga," ujar Lawrence.
Saat itu kubu Agung mengugat kubu Ical terkait penyelenggaraan Musyawarah Nasional (munas) IX Partai Golkar di Bali. Mereka menilai kubu Ical tidak berhak menyelenggarakan munas lantaran Ical bersama Sekretaris Jendral Partai Golkar, Idrus Marham.
Karena keduanya telah dinonaktifkan dari kepengurusan dalam rapat pleno presidium penyelamat partai Golkar 25 November. "Mereka dinonaktifkan, tapi tetap menyelenggarakan munas di Bali. Itu yang digugat," kata Lawrence.
Lawrence mengatakan majelis hakim PN Jakarta Pusat memberi waktu 60 hari kepada kubu Agung dan Ical untuk berislah. Jika sampai waktu yang ditentukan kedua kubu tidak juga berdamai, maka sidang gugatan akan kembali dilanjutkan. "Silakan berunding berdamai dalam 60 hari," kata Lawrence.
Kendati begitu Lawrence berharap kedua kubu bisa berdamai sebelum tenggat waktu 60 hari. Menurutnya kubu Ical maupun Agung harus bersungguh-sungguh menghindari perpecahan di Partai Golkar. "Mungkin tidak perlu 60 hari, di bawah itu mungkin bisa diselesaikan. Kita minta kerja keraslah," ujar Lawrence.