REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpiman Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) hasil Muktamar Surabaya mengusulkan agar pemerintah menetapkan tanggal 3 November sebagai Hari Demokrasi Nasional dan diperingati setiap tahun.
"Usulan ini untuk menguatkan sejarah bangsa bahwa negara Indonesia sejak semula telah dirancang sebagai republik yang demokratis," kata Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya Muhammad Romahurmuziy, Selasa (6/1).
Menurut Romy, panggilan Muhammad Romahurmuziy, seluruh insan politik di Indonesia menyadari bahwa negeri ini sejak awal kemerdekaan sudah dirancang sebagai republik demokratis yang melindungi hak-hak asasi warganya.
Maklumat Proklamator Indonesia Soekarno pada 3 November 1945, yang memperbolehkannya pembentukan partai politik oleh rakyat, menurut dia, menjadi dasar usulan Hari Demokrasi Nasional.
Maklumat tersebut, kata Romy, kemudian direalisasikan dengan lahirnya puluhan dan bahkan ratusan partai politik yang menjadi berkembang berkembang maupun mati.
"Maklumat Presiden Soekarno ini bahkan lebih dahulu tiga tahun daripada deklarasi demokrasi yang digemakan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)," katanya.
Menurut Romy, untuk mengenang hari lahirnya demokrasi di Indonesia agar tidak pernah mati, maka PPP mengusulkan tanggal 3 November diperingati sebagai Hari Demokrasi Nasional.
Selain menguatkan sejarah bangsa, kata Romy, usulan adanya Hari Demokrasi Nasional ini juga untuk membedakan dengan Hari Demokrasi Internasional yang diperingati setiap tanggal 15 September.
"Usulan ini juga sekaligus untuk membedakan bahwa demokrasi di Indonesia berbasis Pancasila yang diawali dan sekaligus dibatasi dengan nilai-nilai Ketuhanan, bukan semata-mata kebebasan," katanya.
Romy menambahkan, dengan tumbuhnya demokrasi di Indonesia sejak awal kemerdekaan maka banyak partai politik tumbuh di Indonesia, termasuk PPP yang saat ini merayakan hari lahir (Harlah) ke-42.