REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid membeberkan empat modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam penempatan TKI ke luar negeri.
Empat modus itu marak terjadi, bahkan ketika pemerintah sudah melakukan moratorium penempatan TKI sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) ke sejumlah negara di Timur Tengah.
Nusron menjelaskan, modus pertama yang biasa dilakukan yaitu pemalsuan dokumen berupa identitas TKI. Seperti usia, pemalsuan stempel pemerintah, dan pemalsuan tandatangan orang tua/suami untuk izin keberangkatan TKI ke luar negeri.
Modus kedua, lanjutnya, yaitu TKI ditempatkan awalnya ke negara yang tidak terkena moratorium. Seperti Bahrain dan Qatar. Namun setibanya di negara itu, TKI dijemput oleh agensi/majikan untuk dipekerjakan di negara lain. Seperti Arab Saudi atau Uni Emirat Arab (UEA).
"Para TKI itu dijual 60 ribu Real atau setara dengan Rp 192 juta," ujarnya saat jumpa pers di terkait penggagalan pengiriman lima calon TKI ilegal asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketiga, kata dia, TKI diberangkatkan secara formal dengan jabatan seperti cleaning servis atau hospitality. Namun setibanya di negara penempatan, ternyata mereka bekerja sebagai PLRT.
Modus keempat, lanjut Nusron, TKI diberangkatkan melalui visa turis. Namun, setibanya di negara penempatan ada yang diberi sponsor temporary residence bahkan permanen residence.
"TKI yang berangkat dengan modus trafficking ini digaji hanya 800-1200 Real atau sekitar Rp 2,5 juta," papar Nusron.
Pemerintah, kata Nusron, akan mengejar para pelaku trafficking. Mulai dari sponsor, indvidu, hingga aktor intelektual yang melibatkan korporasi (PPTKIS).
Sikap pemerintah, ujarnya, akan menindak tegas para pelaku trafficking hingga masuk penjara. Apalagi, kejahatan TPPO melibatkan banyak pihak. Termasuk kemungkinan dugaan adanya aparat pemerintah di tingkat desa seperti kepala desa.
Ia menjelaskan, pemerintah hanya akan menempatkan TKI ke luar negeri yang berkualitas, siap kerja dan terampil.
Senin (5/1), Direktorat Pengamanan dan Pengawasan (Dirpamwas) Deputi Perlindungan BNP2TKI menggagalkan pengiriman lima calon TKI asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka diselamatkan dari penampungan resmi milik PT Maharani Anugrah Pekerti di Perumahan Vila Nusa Indah Jl Blok T, Nomor 61 Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor.
Turut mendampingi Nusron sejumlah pejabat BNP2TKI. Yaitu deputi perlindungan Lisna Y Poeloengan, direktur mediasi dan advokasi Teguh Hendro Cahyono, direktur pelayanan pengaduan Muhammad Sjafrie, direktur pemberdayaan Arini Rahyuwati, plt dirpamwas Kombes (Pol) Ramadhan, dan kepala bagian humas Haryanto. Ikut pula sekjen LSM Safe NTT, Serfasius Serbaya Manek.
Lima orang calon TKI asal NTT itu yakni Yoseba Tapatab, Marni Tama Ina, Ferotafui, Erni Soli Kepa, dan Mariani Ina Beke.
Nusron menjelaskan, lima calon TKI yang akan ditempatkan secara nonprosedural itu sebelumnya memang berniat untuk bekerja ke luar negeri. Namun oleh PPTKIS yang merekrutnya, mereka tidak dipekerjakan secara prosedural.
Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya dokumen surat izin dari disnaker kota/kabupaten. Kedua, tidak diikutkan dalam program asuransi.
Ketiga, tidak mengikuti balai latihan kerja luar negeri (BLK-LN). Sehingga sidik jari mereka tidak terekam di SISKO-TKLN BNP2TKI. Bahkan, ada duaorang calon TKI yang dibuatkan paspor di luar Kupang, yaitu imigrasi Batam dan Jakarta Barat.
"Jika kelima orang calon TKI ini masih ingin bekerja, BNP2TKI akan mengupayakan penempatan melalui PPTKIS yang resmi," tegasnya.