REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai serbuan kosmetik impor. Sebab, BPOM mencatat jumlah kosmetik dari luar negeri lebih banyak ketimbang produk lokal.
Menurut Ketua BPOM, Roy Saparingga, kondisi itu perlu diwaspadai. "Peningkatan produk impor ini harus benar-benar kita perhatikan, terutama menjelang MEA sekarang," tutur Roy, Senin (12/1).
Sepanjang 2014, BPOM menerbitkan 8.082 persetujuan obat, 2.137 obat tradisional, 812 suplemen kesehatan, 15.496 pangan, dan 36.642 notifikasi kosmetika. Hanya kosmetik saja yang angkanya produk impornya tinggi. Sedangkan produk lainnya masih didominasi dari dalam negeri.
Selama pengawasan post-market 2014, BPOM menemukan lebih dari Rp 33 miliar pangan ilegal yang tidak memenuhi ketentuan pada pengawasan rutin selama Ramadhan, Idul Fitri, dan Natal. "Kami juga menyita hampir Rp 27 miliar obat tradisional dan Rp 32 miliar kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya," kata Roy.
BPOM pun sudah 14 kali memusnahkan obat dan makanan ilegal di berbagai daerah. Total ekonomi dari pemusnahan itu mencapai Rp 27 miliar. "Kegiatan ini merupakan bukti keseriusan Badan POM dalam merangi produk ilegal," kata Roy.
Ia menjelaskan, BPOM sudah melakukan investigasi awal dan penyidikan kasus obat dan makanan. Pada 2014 pun ditemukan 582 kasus pelanggaran. Dimana 202 kasus ditindaklanjuti dengan pro-justitia. Di antaranya 14 perkara sudah mendapat putusan pengadilan berupa pidana penjara dua tahun enam bulan. Sedangkan 381 lainnya diberikan sanksi administratif.
"Pada 2015 ini kami akan memfokuskan pada peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan melalui revitalisasi Pos POM," ungkap Roy. BPOM, kata dia, akan melakukan penanggulangan obat tradisional berbahan kimia obat, pengawasan kosmetika melalui pemutusan supplay dan demand, pengawasan tembakau, revitalisasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, dan program berbasia masyarakat.