Jumat 16 Jan 2015 11:27 WIB

Ini Kendala Utama Perkembangan Industri Jamu Nasional

Rep: C78/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Jamu (ilustrasi)
Jamu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Meski telah eksis lama, yakni sebagai warisan turun-temurun Indonesia, industri jamu masih kalah saing dengan minuman kesehatan lainnya. Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Euis Saedah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginikasi, ada tiga penyebab terhambatnya perkembangan industri jamu nasional.

“Kendala utama, kita masih suka rebutan bahan baku, untuk kebutuhan ekspor,” kata dia kepada wartawan pada acara bertajuk “Menperin Masyarakatkan Minum Jamu” di kantor Kemenperin pada Jumat pagi (16/1).

Dikatakannya, banyak permintaan ekspor untuk bahan baku jamu semisal jahe, kunyit dan sereh. Untuk angkanya tepatnya ia tidak hafal, namun selama ini masih ditangani mengingat industri jamu yang belum begitu menggeliat.

Hanya saja ke depan, seiring upaya pemerintah mengembangkan industri jamu agar lebih besar dan berdaya saing, seharusnya pasokan bahan baku jamu jangan sampai kekurangan apalagi impor.

Karenanya, mesti dilakukan kordinasi yang apik antara dinas perkebunan, pertanian dan perdagangan, supaya pasokan produksi jamu dalam negeri diutamakan ketimabng ekspor. “Saya dengar sudah ada bahan baku jamu kita yang impor dari Malaysia, tapi ini masih diselidiki,” ujarnya.

Kendala selanjutnya yakni cara pengolahan yang seharusya lebih  higienis. Sebab selama ini, proses produksinya yang masih tradisional seharusnya tetap menjaga kebersihan. Cara pengolahan yang apik akan meningkatkan nilai tambah jamu untuk kalangan muda serta agar dapat merambah pasar mancanegara.

Diakuinya, pemerintah selama ini telah membantu meningkatkan nilai tambah dalam industri perjamuan nasional dengan memasukkan unsur teknologi produksi. Seperti mesin pengering lokal, mesin pencacah dan mesin penghancur. Hasilnya, produktivitas terus meningkat pertahunnya di angka 7 hingga 8 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement