REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Brasil dan Belanda harus harus menghormati eksekusi mati bagi bandar besar narkoba yang berlaku di Indonesia. Pasalnya eksekusi mati masih diakui dalam hukum di Indonesia.
"Ketua kepala negara tersebut harus menghargai. Pelaksanaan hukuman mati merupakan bentuk penegakan hukum di Indonesia," kata Tantowi saat dihubungi Republika, Ahad (18/1).
Tantowi mengatakan kejahatan narkoba telah banyak merenggut korban jiwa. Di Indonesia sedikitnya ada 40 orang meninggal dunia akibat narkoba dalam sehari. Bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba juga dilakukan di negara-negara lain.
"Tapi juga berlaku di Cina, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan negara-negara lainnya," ujarnya.
Betapa pun, kata Tantowi, Pemerintah Brasil dan Belanda memiliki hak protes terhadap pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Mereka juga berhak menarik duta besarnya di Indonesia sebagai bentuk protes atas warganya yang dieksekusi mati.
"Hak Pemerintah Brasil dan Belanda menarik duta desarnya di Indonesia," kata Tantowi.
Tantowi berharap protes Pemerintah Brasil dan Belanda hanya reaksi sesaat. Apalagi, kata Tantowi, Presiden Brasil, Dilma Rousseff dan Raja Belanda, Willem Alexander telah berkomunikasi dengan Presiden Jokowi tentang hukuman mati kedua warga negaranya.
"Kalau kemudian pelaksanan hukuman mati telah berimpilkasi terhadap ditariknya duta besar mereka di Indonesia, hal tersebut merupakan hak mereka," ujar Tantowi.
Sebelumnya, Ahad (18/1) dini hari, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi mati enam terpidana kasus narkoba di Nusa Kambangan dan Boyolali. Eksekusi tersebut menuai protes dari Pemerintah Brasil dan Belanda yang warga negaranya ikut dihukum mati.