REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Hukuman mati merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam menghilangkan hal-hal atau pelaku yang bisa membahayakan negara termasuk dalam kasus gembong narkoba, kata Sekretaris Umum MUI Jawa Barat KH Rafani Achyar di Bandung, Senin (19/1).
"Pertimbangannya gembong narkoba menimbulkan mafsadat yang luar biasa dan dapat merusak generasi bangsa dari fisik dan mental," katanya
Menurut dia narkoba bisa merugikan bagi negara, hal itu termasuk kemudharatan yang harus dituntaskan dan menjaga agar tidak berkembang. Dia menyebutkan, yang bisa menentukan eksekusi mati dan menghilangkan kemudharatan tersebut adalah pemerintah.
"Hukuman mati itu boleh, tapi tidak semua masyarakat bisa seenaknya memutuskan, jadi serahkan kepada pemerintah," katanya.
Terkait dengan protes dari sejumlah kelompok yang mengusung pembelaan Hak Asasi Manusia (HAM), menurut dia itu bagi yang berpendapat HAM yang bebas, padahal penegakan hukum itu menyangkut HAM banyak orang.
Menurut dia, HAM itu membela banyak orang, bila hanya membela satu orang yang merugikan banyak orang, lebih baik membela orang banyak. "Eksekusi ini untuk melindungi orang banyak, logikanya lebih baik membela banyak orang daripada satu orang yang merusak banyak orang," katanya.
Hukuman mati diperbolehkan untuk terdakwa bila mempunyai dampak yang besar seperti narkoba dan koruptor yang bisa merugikan masyarakat. "Ukuran untuk koruptor yang dihukum mati belum ada takarannya, bila pemerintah sudah terbuka akan ada kajian hukumannya, kita lihat sampai mana," katanya.
Prinsipnya MUI setuju pada pelaksanaan hukuman mati dalam kejahatan yang luar biasa, seperti narkoba, koruptor serta pembunuhan yang sadis. "Semua keputusan harus lewat proses hukum yang cermat, seperti diberikannya grasi untuk tahanan," katanya.