REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kisah Mohamedou Ould Slahi mulai mengusik seluruh dunia. Keberadaannya di Guantanamo tidak lagi diharapkan bahkan oleh semua orang. Ia dinilai tidak berhak lagi merasakan kekejaman di dalam pusat penahanan Amerika Serikat, Guantanamo Kuba.
Ia ditahan di bawah otorisasi Authorization for Use of Military Force Against Terrorists (AUMF) dengan tuduhan menjadi bagian dari Al-Qaeda. Selain pengakuan yang keluar akibat disiksa habis-habisan, tidak ada bukti kuat lainnya.
Slahi bepergian menuju Afganistan pada Desember 1990 untuk mendukung para mujahid. Saat itu, militan Afganistan itu dianggap sebagai komunis. Slahi dilatih di tenda Al-Qaeda dan kembali ke Jerman setelah Maret 1991.
Di sana ia disumpah oleh Al-Qaeda dan bergabung dengan pertempuran melawan rezim yang didukung Uni Soviet di Kabul. Pada awal 1992, ia kembali lagi ke Afganistan dan berada di sana selama tiga bulan.
Pemerintah AS menganggap Slahi telah direkrut oleh Al-Qaedah dan membantu musuh bebuyutan AS itu. Slahi menolak tuduhan itu. Sebab ia telah memutuskan semua hubungan dengan kelompok tersebut pada tahun 1992 sebelum kejadian 9 November.
Setelah tragedi 9 November, ia ditahan karena diduga terlibat dengan rencana pemboman bandara internasional Los Angeles. Setelah itu, ia diinterogasi juga oleh pihak berwenang Mauritania terkait insiden Millenium Plot pada 20 November 2001 tersebut.
Ia ditahan selama tujuh hari sambil terus diinterogasi oleh mereka dan Federal Bureau of Investigation (FBI). Kemudian, CIA memindahkannya ke Yordania dan ditahan selama delapan bulan di situs hitam.
Slahi mengatakan ia juga disiksa di Yordania. Ia kemudian diterbangkan ke Afganistan dan ditahan selama dua minggu. Hingga akhirnya, ia tiba di pusat penahanan Guantanamo di Kuba pada 4 Agustus 2002.
Ia mengaku, dibawa ke penjara paling kejam di dunia itu karena salah satu tersangka kejadian 9 November, Ramzi Binalshibh mengaitkannya dengan skema rencana terorisme. Padahal, Ramzi terpaksa membuat pengakuan itu karena terus disiksa berat.
Buku yang diluncurkan tentang kisah penyiksaannya itu adalah bentuk kampanye dari pendukung Slahi untuk mengirimnya pulang ke Mauritania.
Pada 2010, hakim distrik AS memerintahkan pembebasannya. Namun hingga kini, ia masih belum masuk daftar tahanan yang diprioritaskan. ''Saya hanya menulis apa yang saya alami, lihat dan pelajari,'' kata dia, seperti dikutip LaTimes. Slahi belum bebas.