REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para petani garam di sentra garam Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengeluhkan kondisi rusaknya jalan menuju areal tambak milik mereka. Kondisi itu membuat para petani garam harus merogoh kocek lebih dalam saat mengangkut hasil produksi.
Kondisi tersebut di antaranya dialami para petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan. Jalan yang berlubang-lubang dan bergelombang, memaksa sebagian dari mereka mengangkut hasil produksi garam menggunakan jalur air dengan perahu.
"Para petani akhirnya terpaksa harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih tinggi," ujar Ketua Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI) Kabupaten Cirebon, Insyaf Supriyadi, akhir pekan kemarin.
Insyaf menambahkan, kondisi jalan yang memprihatinkan juga terjadi di jalan yang menuju areal tambak garam di Desa Bungko, Kecamatan Kapetakan. Para petambak di desa itupun mengeluhkan kondisi tersebut karena menghambat pengangkutan garam hasil produksi mereka.
Masalah budidaya garam, kata dia, tak hanya terletak pada soal kualitas maupun kuantitas produksi garam semata. Namun, sarana infrastruktur juga sangat menunjang dalam budidaya garam.
Insyaf berharap, ada perhatian dari pemerintah untuk mengatasi rusaknya sarana infrastruktur tersebut. Selain kondisi jalan yang rusak, masalah irigasi juga selama ini menjadi penghambat dalam budidaya garam.
Guna masalah irigasi tambak di sentra penghasil garam di Kabupaten Cirebon juga kondisinya memprihatinkan. Menurutnya, saluran irigasi itu tertutup lumpur karena sudah lama tidak direvitalisasi.
"Bantuan program dari pemerintah untuk budidaya garam selama ini belum ada yang menjangkau masalah infrastruktur," tutur Insyaf.
Dijelaskan Insyaf, dengan panjang kawasan pesisir yang mencapai sekitar 54 km, Kabupaten Cirebon memiliki potensi tambak sekitar 30 ribu hektare. Namun, yang telah digarap untuk tambak garam maupun tambak ikan baru sekitar 21 ribu hektare.