REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Mengacu data di Dinkes Kota Tasikmalaya, sampai saat ini telah terjadi 19 kasus DBD atau sepanjang Januari 2015. Penyelidikan epidemologi (PE) pun dilakukan Dinas Kesehatan Tasikmalaya ke lingkungan beberapa pasien yang terlapor.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P2KL) Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Didin Fitriyadi menjelaskan, PE merupakan tindakan pertama dalam penanggulangan DBD. PE dilakukan dengan menyelidiki seluruh sumber air yang berada di rumah pasien dan diperkirakan mengandung jentik-jentik nyamuk. Selain itu, penyelidikan juga dilakukan hingga radius 100 meter dari rumah tersebut.
Tindakan kedua, kata Didin, adalah memberikan abate pada sumber-sumber air dan genangan. “Abate juga kami bagikan gratis melalui puskesmas,” ujar Didin. Setelah dua tindakan tersebut, petugas Dinkes akan melakukan fogging.
Didin menyampaikan, ancaman DBD di Kota Tasikmalaya cukup merata. Meski begitu, ia menggarisbawahi beberapa daerah. “Ancaman terutama di lingkungan kumuh seperti Cipedes, Tawang, Tamansari,” kata Didin.
Pada 2014, terjadi 839 kasus DBD di Kota Tasikmalaya. Dengan angka tersebut, dapat dirata-rata terjadi dua kasus per hari di kota tersebut. Pada tahun yang sama, enam orang meninggal dunia akibat DBD.
Sementara itu, tren kasus DBD selama lima tahun terakhir cenderung naik turun. Pada 2010, terjadi 1.096 kasus DBD dengan enam kasus berujung kematian. Pada 2011, kasus turun drastis menjadi hanya 428 kasus dengan tiga kematian. Akan tetapi, angka tersebut kembali merangkak naik. Peningkatan kasus terjadi pada 2012 dengan 699 kasus dan berlanjut pada 2013 dengan 848 kasus.
Dengan latar belakang tersebut, Didin mengimbau seluruh masyarakat agar terus menjaga lingkungan. “Masyarakat harus terus melakukan 3M. Harus menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas,” ujar Didin. n