Senin 02 Feb 2015 21:36 WIB

Kuasa Hukum Kelompok "Bali Nine" Minta Kejagung Hormati Proses Hukum

Rep: C07/ Red: Bayu Hermawan
Todung Mulya Lubis
Todung Mulya Lubis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Todung Mulya Lubis, kuasa hukum dari warga negara Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dua terpidana mati kasus Narkoba "Bali Nine" mengaku, hingga saat ini belum dapatkan informasi terkait masuknya dua kliennya dalam daftar eksekusi mati gelombang kedua.

"Belum mendapatkan informasi itu secara resmi, saya justru tahu informasinya dari media," ujarnya kepada Republika, Senin (2/2).

Menurutnya seharusnya Kejagung menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Karena saat ini dua kliennya sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Denpasar setelah grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

"Saat ini kan pengajuan sudah diterima, kami sedang menunggu persidangan, hormatilah jalannya proses hukum yang sedang berlangsung," katanya.

Sebelumnya Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan ‎pihaknya akan menjalankan eksekusi mati walaupun kedua warga negara Australia tersebut mengajukan Peninjauan Kembali (PK). "Andrew dan Myuran masuk dalam gelombang eksekusi mati berikutnya," ‎kata Prasetyo di Kejaksaan Agung.

Prasetyo menegaskan ‎pihaknya tidak akan terpengaruh oleh putusan PK dari Pengadilan Negeri Denpasar, pasalnya grasi yang diajukan kedua terpidana mati narkotika tersebut telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

"belum ada kontak dari Pengadilan Negeri Denpasar. Saya tak akan pengaruhi mereka," tegasnya.

Menurutnya, kedua terpidana asal Australia itu mengajukan PK tanpa ada novum atau bukti baru yang menjadi dasar pengajuan PK tersebut. Sehingga PK yang mereka ajukan tidak menghalangi jaksa eksekutor untuk melaksanakan eksekusi mati terhadap kedua terpidana mati tersebut.

"PK mereka tidak akan menunda eksekusi,karena grasi sudah turun," ujarnya.

Myuraman Sukuraman dan Andrew Chan merupakan dua terpidana mati sindikat narkotika internasional Bali Nine. Permintaan grasi dua terpidana mati itu pun sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Mereka diketahui menyeludupkan heroin seberat 8,3 kilogram dari Bali ke Australia. Keduanya divonis mati, lantaran menjadi otak penyeludupan barang haram tersebut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement