REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) memastikan tidak menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia beralasan, surat pemanggilan terhadapnya tertulis sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana haji yang membelitnya sendiri.
Kuasa hukum SDA Andreas Nahot Silitonga menilai, pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara dimana kliennya ditetapkan sebagai tersangka tidak patut dan keliru. Sebab, kata dia, hal itu tentu akan mengurangi dan menghalangi hak-hak SDA sebagai tersangka dalam perkara yang dituduhkan.
"Sebelum pak SDA memenuhi panggilan KPK, kami berharap KPK memberikan klarifikasi lah soal surat panggilan SDA ini," katanya di gedung KPK, Rabu (4/2).
Hal ini berbeda dengan jadwal pemeriksaan yang dirilis KPK. Dalam jadwal pemeriksaan, SDA dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013. Dia diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai menteri Agama. SDA ditetapkan sebagai tersangka sejak 22 Mei 2014.
Andreas menjanjikan mantan ketua umum PPP itu akan kooperatif dalam pemeriksaan berikutnya. Hari ini, kata dia, tim kuasa hukum hanya ingin memastikan dan meminta klarifikasi terkait kapasitas kliennya dalam pemeriksaan yang dijadwalkan.
SDA disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus tersebut, KPK menemukan banyak anggota DPR yang diduga ikut dalam rombongan yang memanfaatkan sisa kuota calon jamaah haji. Selain itu, keluarga menteri dan pejabat Kemenag juga diduga ikut dalam rombongan itu. Total jumlah kuota haji yang disalahgunakan diperkirakan mencapai 100 orang.