REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Kematian pilot Muath Al-Kasaesbeh dengan cara dibakar hidup-hidup oleh ISIS, membuat Yordania naik pitam. Bahkan, Yordania membalas dengan mengeksekusi mati jihadis Sajida al-Rishawi, dan Ziyad Karboli seorang anggota al-Qaeda. Eksekusi keduanya dirasa belum cukup meredamkan emosi Yordania.
Raja Yordania Abdullah bernazar tak akan berhenti melakukan perang terhadap ISIS. Ia berjanji untuk mengintensifkan aksi militer terhadap kelompok yang menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah tersebut.
"Kami berperang untuk melindungi nilai-nilai dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Perang kami melawan mereka akan terus berlangsung dan kami akan mengalahkan mereka di tanah mereka sendiri," ujar sang raja setelah bertemu dengan pasukan keamanannya, seperti dilansir Al Jazirah, Rabu (4/1).
Desakan sejumlah warga Yordania kepada Raja Abdullah II untuk menarik tentaranya dari pasukan koalisi pimpinan AS melawan ISIS, tampaknya tidak diindahkan. Warga menilai, keputusan pemerintahnya sangat berbahaya, mengingat risiko tinggi yang dapat menimpa tentara Yordania jika tertangkap ISIS seperti yang terjadi pada Muath.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Uni Emirat Arab (UEA). Pembunuhan Muath membuat UEA menarik diri dari pasukan koalisi pimpinan AS, karena takut para tentaranya mengalami nasib sama dengan yang dialami Muath.
Para pejabat AS mengatakan UEA telah menarik diri dari pasukan koalisi pimpinan AS. Juru bicara pemerintah Yordania, Mohammad al-Momani mengatakan bahwa pihaknya tidak akan berhenti melawan ISIS.
"Kita berbicara tentang upaya kolaborasi antara anggota koalisi untuk mengintensifkan upaya untuk menghentikan ekstremisme dan terorisme, yang pada akhirnya menyelesaikan Daesh," katanya.
Daesh digunakan sebagai istilah bahasa Arab untuk ISIS. Dia mengatakan itu sebagai kelanjutan dari kebijakan lama Yordania dalam memerangi ISIS dan Raja Abdullah II, yang mempersingkat lawatannya ke AS langsung memimpin pertemuan dengan para pejabat senior keamanan pada Rabu (4/1).
Yordania sendiri menjadi sekutu utama AS dalam perang melawan kelompok-kelompok Islam garis keras. Mereka juga menjadi tuan rumah bagi pasukan AS dalam operasi yang menyebabkan invasi ke Irak pada 2003. Yordania adalah rumah bagi ratusan pelatih militer AS yang memperkuat pertahanan di perbatasan Suriah dan Irak.