REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Otomotif, Suhari Sargo mengatakan, pemerintah Indonesia tidak bisa menjadikan produsen mobil asal Malaysia, Proton sebagai mobil nasional (Mobnas). Sebab, istilah mobnas sudah tidak berlaku di Indonesia setelah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melarang sejak 1998. Diceritakannya, peraturan tersebut keluar setelah produsen otomotif asal Jepang didukung Uni Eropa memperkarakan mobnas ke WTO.
"Indonesia dituduh melanggar beberapa poin pada ketentuan General Agreements of Tariff and Trade atau GATT," kata dia saat dihubungi Republika pada Ahad (8/2).
Di tahun yang sama, Badan Penyelesaian Sengketa WTO memutuskan program Mobnas melanggar asas perdagangan bebas dunia. Keputusan itu mengharuskan mobnas ditutup.
Menurut Suhari, kerja sama Indonesia dengan proton hanyalah antara perusahaan swasta dengan swasta. Di Indonesia sendiri pelakunya adalah PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa). Jika kerja sama tersebut dijalankan, kedua pihak swasta itu harus ikut peraturan kerja sama dengan aturan yang telah berlaku. Pemerintah sama sekali tidak bisa memberikan kemudahan fasilitas, keringanan pajak, atau campur tangan dalam pembiayaan apapun.
Ia memprediksi, jika kerja sama direalisasikan, akan sulit bagi Proton untuk merebut pasar Indonesia di tengah dominasi otomotif asal Jepang. "Volume pasar Indonesia untuk konsumen mobil ada 1,2 juta unit dan 90 persen didominasi produk Jepang yang sudah mapan," tuturnya. Apalagi spare part yang belum tersedia membuat proton akan kesulitan dalam meyakinkan konsumen.