REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gerakan Pemuda Ansor Nusa Tenggara Barat meminta Gubernur TGH Zainul Majdi untuk membatalkan rencana pengadaan senjata api untuk para anggota Satauan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Apa daerah ini sudah termasuk darurat sipil atau rawan konflik, penjahat, preman dan lain-lain sehingga diberikan senjata api," kata Ketua PW Ansor NTB Suaeb Qury di Mataram, Selasa (10/2).
Menurutnya, rencana pembelian senjata api jenis pistol patut dipertanyakan, sebab dasar atau acuan pemerintah provinsi mempersenjatai sipil dengan menggunakan pistol belum jelas. Karena itu, dirinya mengkhawatirkan akan ada penyalahgunaan kewenangan antara TNI/Polri dengan Satpol PP terkait dengan tugas dan fungsi pokok pengamanan.
"Jika benar rencana pengadaan 25 unit pistol tersebut, maka gubernur harus membatalkannya," katanya.
Selain itu, tambahnya, sebelum kebijakan tersebut jadi dilaksanakan pihaknya meminta gubernur untuk mempertimbangkan matang.
"Karena bagaimana pun NTB bukan daerah konflik dan premanisme, maka sudah sepantasnya pengadaan pistol tersebut dibatalkan," tegasnya. Mulai 2015, Satpol PP NTB akan dibekali 25 pistol dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Sekretaris Satpol PP NTB Ali Rahim sebelumnya mengatakan, rencana pemberian senjata api itu dalam rangka penegakan peraturan daerah, terutama untuk mendukung program operasi gabungan yang dilaksanakan anggota di lapangan.
Menurut dia, pengadaan pembelian pistol tersebut sudah mendapat persetujuan dari DPRD provinsi, melalui APBD 2015 senilai Rp 200 juta. "Rencananya April nanti dilakukan pengadaannya dari 31 pistol yang direncanakan," ujarnya.
Dasar hukum yang dipakai adalah Permendagri Nomor 35/2005 tentang Pakaian dan Penggunaan Senjata Api bagi Anggota Satpol PP. Namun menurutnya anggota Satpol PP yang akan diizinkan memegang senjata api, terlebih dahulu harus dibekali pendidikan kesamaptaan melalui psikotes tentang penggunaan senjata api dari Polda NTB.
"Kalau sudah lolos baru bisa pegang senjata api. Karena ini sifatnya teknis, kami serahkan kepada Polda NTB. Yang jelas, tidak lulus psikotes tidak akan diberikan," tegasnya.