REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyak pihak menilai ulama Indonesia tidak aktif menulis buku. Menurut ulama Didin Hafidhuddin, kondisi tersebut karena ulama tidak dan belum terbiasa untuk menulis.
“Kalau masalah dakwah, mereka selalu mengaitkan dengan lisan,” ungkap ketua umum Baznas tersebut kepada Republika, Rabu (11/2). Padahal, menurutnya, dakwah secara tulisan itu dampaknya lebih dahsyat dibandingkan dengan lisan.
Ulama yang sering menulis buku ini menjelaskan, para ulama terdahulu juga mendedikasikan ilmunya tidak hanya melalui lisan tapi tulisan juga. Misalnya, ia melanjutkan, imam dari keempat mahzab yang dikenal umat Islam. Menurutnya, keempat imam ini dikenal umat Islam dari segala zaman karena tulisan dan buku yang mereka buat.
Didin tidak memungkiri ada beberapa ulama yang memberikan dakwahnya melalui tulisan. Misalnya, dia menambahkan, Buya Hamka yang tulisannya telah banyak dibaca berbagai kalangan dari zaman yang berbeda dengannya.
Menurut dia, hal yang perlu dilakukan untuk menambah semangat daya tulis ulama itu dengan terus mendorong mereka. Mereka harus menyadari dakwah itu tidak hanya melalui lisan.
Karena itu, Didin menyarankan forum ulama, badan-badan psanteran dan organisasi islam lainnya untuk mendorong semangat ulama dalam menulis. Dia menyarankan, pihak tersebut usahakan untuk melatih para ulama agar bisa menulis dengan baik.
Selain itu, Didin menyatakan banyak juga ulama yang sebenarnya mampu menulis dan sudah memiliki banyak karya. Hanya saja, dia mengungkapkan, karya mereka tidak diterbitkan dan dibagikan kepada umat islam di seluruh Indonesia melalui penerbit.
Maka dari itu, menurut Didin, agar ulama bisa semangat menulis itu dengan pembiasaan terlebih dahulu. Menurutnya, para ulama harus dibiasakan untuk menulis dakwahnya.