REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) Keenam yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi ditutup oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (11/2) di Yogyakarta.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengawali dengan apresiasi besar pemerintah terhadap MUI dan seluruh peserta KUII Keenam. Menurutnya Indonesia kini sudah dianggap sebagai panutan bagi dunia internasional memahami Islam. Sebab kaum Muslim Indonesia mengedepankan sikap toleran dan jalan tengah.
"Sehingga tidak ada ekstrimisme. Lihat negara-negara lain, karena kini memang ada goncangan-goncangan. Baik yang di dunia Barat karena ekonominya, maupun yang di Timur Tengah. Dan kita Alhamdulillah bisa juga hindari (goncangan-goncangan) itu," ujar Presiden Joko Widodo, Rabu (11/2) di Yogyakarta.
Presiden Jokowi juga mengajak umat Islam Indonesia untuk sama-sama membangun Indonesia, terutama dalam hal pemerataan ekonomi, anti-peredaran narkoba dan minuman keras. Presiden Jokowi menyebut, persoalan kemiskinan sesungguhnya berakar pada pemerataan ekonomi, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.
"Inilah persoalan yang saya lihat di lapangan. Tidak bisa diselesaikan hanya oleh peningkatan ekonomi, tapi juga pemerataan. Itu yang sering kita lupakan," katanya.
Terakhir, Presiden Joko Widodo berharap agar umat Islam bisa bersinergi dengan pemerintah dalam mendukung program-program peningkatan kesejahteraan dan adab masyakarat.
Sementara Ketua Umum MUI, Din Syamsuddin, menggambarkan, rangkaian acara KUII Keenam berlangsung dinamis dalam semangat ukhuwah Islamiyah. Dikatakannya, KUII sebagai pertemuan puncak dan rutin lima tahunan umat Islam Indonesia untuk berbuat nyata bagi kemajuan Indonesia.
"Karena umat Islam harus diakui sangat berjasa besar kepada negeri ini, bahkan berabad-abad sebelum kemerdekaan (Indonesia). Umat Islam pun punya tanggung jawab besar untuk terus menjaga NKRI dari segala rongrongan, baik dari dalam maupun luar negeri," katanya.
Din lantas menyebutkan salah satu hasil keputusan KUII Keenam. Itu dinamakan, sesuai dengan kesepakatan rapat pleno terakhir, sebagai Risalah Yogyakarta. Penamaan ini, tutur Din, mengingatkan pada hasil Kongres Umat Islam pada 1945, yakni Resolusi Yogyakarta, yang berisi seruan jihad fil sabilillah membela Indonesia yang baru beberapa bulan merdeka.
"Bahwa dalam rangka amar ma’ruf dan nahi munkar, umat Islam bersama dengan seluruh komponen bangsa bertekad untuk meluruskan kiblat bangsa demi terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur," demikian kutipan salah satu butir Risalah Yogyakarta yang dibacakan Din Syamsuddin.
Setelah itu, Din menyerahkan naskah Risalah Yogyakarta kepada Presiden Joko Widodo. Turut hadir dalam acara penutupan KUII Keenam ini Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.