Jumat 13 Feb 2015 02:39 WIB

Sambil Menangis, Mantan Dirut Bank DKI Bacakan Pembelaan

Winny Erwindia
Foto: antara
Winny Erwindia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama Bank DKI, Winny Erwindia membantah telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pembayaran Murabahah (Investment Financing) kepada PT Energy Spectrum untuk pembayaran pesawat udara jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phonenix Lease Pte. Ltd Singapura.

Hal tersebut disampaikan mantan Dirut Bank DKI, saat membacakan pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Winny menegaskan permohonan pembiayaan pesawat penumpang ATR 42-500 oleh PT Energi Spectrum kepada Bank DKI telah dilaksanakan sesuai hirarki proses dan prosedur seperti yang tercantum di pedoman kebijakan prosedur Pembiayaan SK DIR. No. 86 tanggal 24 September 2014, dan Tupoksi pihak-pihak terkait.

Ia menjelaskan pemberian kredit atau pembiayaan di Bank DKI jumlahnya di atas Rp2 miliar haruslah melalui komite (tingkat) Direksi Bank DKI yang dalam hal ini adalah Komite Pemutus Kredit (KPK) untuk konvensional dan Komite Pemutus Pembiayaan (KPP) untuk Syariah yang terdiri dari Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran dan Direktur Utama.

"Sedangkan yang bersifat kolektif, Direktur Kepatuhan juga termasuk meski tidak masuk dalam anggota komite, tetapi Direktur Kepatuhan hanya sebagai 'Penjaga Pintu Kepatuhan', sesuai keterangan saksi ahli, yakni Dokter Romeo Rizal yang wajib memberikan pendapat dan disposisinya. Dalam praktek saya menghormati dan mempercayai para direktur, khususnya Direktur Kepatuhan sebagai wakil Bank Indonesia," jelasnya sambil menangis.

Ia pun menegaskan tidak akan berani mengambil keputusan tanpa adanya pendapat dari pada direksi lainnnya. Selain itu terhadap suatu permohonan kredit yang diajukan suatu unit kerja, KPP. "Semua harus memberikan keputusan yang setiap harinya disemua lini/tingkatan dalam sehari bisa ratusan transaksi," katanya.

Ia melanjutkan, permohonan pembiayaan pesawat penumpang ATR 42-500 oleh PT Energi Spectrum telah dilaksanakan sesuai tupoksi, hirarki proses dan prosedur seperti yang tercantum di pedoman kebijakan prosedur Pembiayaan SK DIR. No. 86 tanggal 24 September 2014.

"Dimana dalam kewenangannya saat itu saya bersama direktur lainnya selaku KPP dalam pedoman tersebut yakni memberikan pendapat atau masukan didalam memorandum pengusulan pembiayaan (MPP) dan kemudian setelah memberikan pendapat atau usulan beserta persyaratan yang ditentukan kemudian MPP dikembalikan ke analis pemasaran untuk dibuat surat persetujuan pembiayaan," jelasnya lagi.

Ketentuan mengharuskan bahwa terhadap surat persetujuan pembiayaan yang berisi persyaratan-persyaratan yang berasal dari Komite Pemutus Pembiayaan selanjutnya, diberikan kepada calon debitur oleh Group Syariah dan selanjutnya lagi surat persetujuan pembiayaan tersebut, wajib dikembalikan kepada Komite Pemutus pembiayaan yang terkait untuk diperiksa dan diteliti, apakah hal-hal yang dipersyaratkan disetujui dan dapat dipenuhi oleh calon debitur atau tidak.

Sebagaiman faktanya yang terungkap dipersidangan dalam kasus pembiayaan pesawat ATR 42-500, surat persetujuan pembiayaan tidak pernah kembali kepada Komite Pemutus Pembiayaan oleh Group Syariah.

"Kalau jaksa mengatakan bahwa saya tidak mau atau tidak pernah menanyakan kekurangan maupun perkembangan terkait proses pembiayaan pesawat tersebut oleh Group Syariah, maka jelas bahwa saya justru melaksanakan apa yang diinginkan oleh jaksa dalam surat dakwaan dan tuntutannya," ujarnya.

Terkait dengan pembiayaan ini, dirinya mengaku tidak menyimpang dari tupoksi yang tercantum dalam SK DIR. No.86 tanggal 24 September 2014 Pedoman Kebijakan Prosedur Pembiayaan.

Winny menambahkan, setelah mengetahui adanya kelemahan dan kekurangan yang harus dan belum dipenuhi debitur PT Energi Spectrum dari laporan audit internal Bank DKI paling akhir di tahun 2007, maka ia selaku Dirut Bank DKI saat itu telah mengambil langkah untuk menyelamatkan posisi Bank DKI atas pembiayaan pesawat ATR 42-500 dengan mengambil alih kepemilikan pesawat menjadi milik Bank DKI tanpa membebaskan debitur dari pemenuhan kewajiban sampai lunas.

Seperti diketahui, kejaksaan Agung menetapkan Winny Erwindia atas dugaan tindak pidana korupsi saat masih menjabat Direktur Utama Bank DKI, dalam pembayaran Murabahah (Investment Financing) kepada PT. Energy Spectrum Untuk Pembayaran Pesawat Udara Jenis Air Craft ATR 42-500 Dari Phoenix Lease Pte. Ltd Singapura.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement