REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum enam orang siswa SMAN 3 Jakarta melaporkan Kepala Sekolah Retno Listyarti ke Polda Metro Jaya pada Rabu (18/2). Retno dilaporkan dengan tuduhan diskriminasi terhadap anak akibat insiden kekerasan yang melibatkan enam siswa SMAN 3 Jakarta dengan preman bernama Erick.
"Bahwa dia menjustifikasi, sudah memberi stigma bahwa anak-anak ini pelaku kekerasan," kata kuasa hukum enam siswa SMAN 3 Jakarta, Frans Paulus di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (18/2).
Sebelumnya, Retno selaku kepala sekolah memberikan sanksi skorsing kepada enam siswa, yaitu HJP, PRA, AEM, EMA, MRPA, dan PC selama 39 hari terhitung sejak 11 Februari hingga 10 April. Pemberian sanksi skorsing ini karena para siswa tersebut telah melakukan kekerasan terhadap Erick (33) pada Jumat (30/1). Kemudian sanksi skorsing atas siswi HJP dicabut karena siswi yang bersangkutan merupakan korban pelecehan dari Erick.
Padahal, kata Frans, tindakan kekerasan yang dilakukan para siswa terhadap Erick merupakan bentuk pembelaan diri. Pasalnya, Erick melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai premanisme terhadap EMA. Pada Jumat (30/1), Erick yang mengaku sebagai anggota kepolisian menghentikan EMA yang sedang mengendarai motor. Erick dan satu orang lainnya memaksa EMA untuk menunjukkan surat-surat kendaraan.
Merasa curiga karena Erick berbau alkohol, EMA menolak serahkan surat-surat kendaraannya dan meminta Erick untuk menunjukkan identitas keanggotaannya. Adu mulut mulai terjadi, kemudian kelima teman EMA datang dan coba melerai pertengkaran. Di saat itu, HJP sempat mendapatkan perlakuan asusila dari Erick, di mana pundaknya dirangkul dan bagian dada diraba. Selanjutnya, perbuatan Erick terhadap HJP memicu perkelahian antar siswa dan Erick.
"Jelas tindakan anak-anak ini merupakan pembelaan diri yang dibenarkan oleh Undang-undang," lanjutnya.
Karena itu, Frans menilai tindakan Kepsek Retno untuk memberikan skorsing merupakan tindakan yang semena-mena. Ia menilai, Retno tidak mempertimbangkan dan mengedepankan hak anak-anak dalam memperoleh pendidikan. Pasalnya, para siswa yang diberikan sanksi skorsing merupakan siswa yang sudah duduk di kelas 3 dan akan menghadapi Ujian Sekolah pada 9-16 Maret, serta Ujian Nasional pada 13-15 April mendatang.
Selain itu, pemberian skorsing terhadap para siswa tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa Kepsek Retno membenarkan atau melegitimasi tindakan premanisme yang diterima oleh para siswa dan siswi tersebut. "Diberikan sanksi skorsing yang sampai benar-benar masa pembelajaran itu habis. 39 hari. Itu sangat berat buat mereka," ujar Frans.
Berdasarkan laporan polisi nomor LP/466/II/2015/PMJ/Dit.Reskrimum, Retno dilaporkan atas tuduhan diskriminasi terhadap anak. Terkait hal ini, pasal yang digunakan ialah Pasal 77 juncto Pasal 76 A huruf a UU RI No. 35 Tahun 2014. "(Undang-undang) Tentang diskriminasi maupun pembiaran terhadap tindak kekerasan terhadap anak dan perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang," jelas Frans.