REPUBLIKA.CO.ID, AKARTA - Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan, Roni Bako mengatakan, klub sepak bola dan pemain wajib memiliki NPWP dan membayar pajak kepada negara. Klub dikenakan PPh (pajak penghasilan) badan, sementara pemain dikenakan pajak penghasilan pribadi atau PPh pasal 21 atau.
"Jadi setidaknya ada dua jenis pajak di dalam sepak bola dalam hal ini klub sebagai wajib pajak badan dan pemain sebagai wajib pajak pribadi," kata Roni, Kamis (26/2).
Roni mengatakan, bagi perusahaan yang tidak memiliki NPWP badan, bisa terancam pidana. "Sanksi bisa dari berupa denda atas utang pajak sampai pidana," kata dia.
Itu sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 dengan ancaman pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun. Denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar.
Hukuman tersebut akan dikenakan kepada penanggung jawab dari klub tersebut. Bisa pemilik klub ataupun manajer.
Roni mengatakan, klub sepak bola dikategorikan sebagai perusahaan atau perkumpulan yang harus membayar pajak karena mendapat penghasilan. Klub juga diwajibkan memotong PPh 21 kepada para pemain saat membayar gaji.
Soal pajak untuk para pemain, sebuah klub harus langsung memungut pajak saat membayarkan gaji pemain. Tarif pajak berbeda-beda. Misalnya, kata Roni, bagi pemain yang memiliki gaji di atas Rp 50 juta per bulan, dikenakan PPh 21 sebesar 10 persen. Sementara kalau di bawahnya dikenakan pajak sebesar 5 persen.
"Sebenarnya sama saja seperti di perusahaan. Kalau kita dapat gaji kan sudah langsung dipotong pajak penghasilan dan kita laporkan melalui SPT (Surat Pemberitahuan)," jelas dia.
Isu mengenai pajak di sepak bola Indonesia memang sedang hangat diperbincangkan. Selama ini baik klub ataupun pemain ternyata lalai dalam membayarkan pajaknya. Beberapa klub dikabarkan tidak memiliki NPWP badan.