Senin 02 Mar 2015 14:56 WIB

Praperadilan Tersangka Korupsi Belum Tentu Diterima

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali selaku pihak penggugat mendengarkan putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Rabu (25/2).   (Antara/Sigid Kurniawan)
Mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali selaku pihak penggugat mendengarkan putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Rabu (25/2). (Antara/Sigid Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelombang praperadilan para tersangka korupsi dinilai sebagai cerminan karut marut penegakan hukum di Indonesia. Politikus PPP di DPR RI, Arsul Sani menilai, pengajuan praperadilan belum bernasib sama seperti yang dialami Komjen Budi Gunawan.

Arsul mengatakan, sistem penegakan hukum di Indonesia, tak berpaham kasus per kasus. Perkara serupa, tak berarti menghasilkan keputusan yang sama pula. "Artinya, keputusan hakim yang sini, tak mengikat hakim yang di sana," kata dia, Senin (2/3).

Itu mengapa, kata Wasekjen PPP Mukhtamar Surabaya ini, langkah praperadilan penetapan tersangka ajuan mantan ketua umum PPP, Suryadharma Ali, belum tentu menghasilkan putusan serupa seperti perkara Komjen Budi. Ia berkata, setiap penetapan tersangka para tersangka korupsi, punya proses yang beda-beda.

Hal tersebut, membuat objek praperadilan pun akan mengundang tafsir berbeda-beda. Apalagi, jika disidangkan oleh hakim yang berbeda pula. "Jadi pengajuan praperadilan SDA atau pun Sutan (Bhatoegana) belum tentu akan diterima," ujarnya.

Seperti diketahui, pascaputusan PN Jakarta Selatan soal pembatalan status tersangka Komjen Budi, ramai-ramai para tersangka korupsi, mengajukan gugatan praperadilan. Salah satunya adalah SDA.

Mantan menteri agama itu, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi di Kementerian Agama. Selain SDA, bekas Ketua Komisi VII yang juga politikus Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana mengajukan gugatan serupa.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement