REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tangisan Hakim PTUN Jakarta Teguh Satya Bhakti yang memimpin sidang pembacaan putusan perkara gugatan Suryadharma Ali dan Ghazali Harahap terhadap SK Menkumham tentang Pengesahan Perubahan Struktur Kepengurusan DPP PPP di PTUN Jakarta, Rabu (25/2) berbuntut panjang.
Koalisi Pemuda Pemantau Peradilan (K-PPP) melaporkan hakim teguh ke Komisi Yudisial (KY) terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik. K-PPP yang terdiri dari Forum Pemuda Peduli Pendidikan (F-PPP), Forum Studi Pembangunan (FosPem) dan LSM Bina Bangun Generasi (BBG) meminta KY memeriksa Teguh Satya Bhakti bersama dua koleganya Nur Akti dan Febru Wartati.
Melalui siaran pers yang diterima Republika, Rabu (4/3), Presidium K-PPP, M Nurdin Syahreza mengatakan, laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut dilakukan untuk membersihkan sistem peradilan di Indonesia. Pihaknya mengaku ada kejanggalan dibalik tangisan hakim Teguh.
"Kami perhatikan, tangisan hakim Teguh seolah-olah ada hubungan emosional dengan kasus yang ditangani. Padahal, hakim tidak boleh memihak, tidak boleh ada rasa suka atau tidak suka terhadap kasus yang ditangani," kata Nurudin seusai melaporkan Teguh di kantor KY, Jakarta.
Untuk memperkuat laporan, K-PPP menyertakan bukti-bukti fisik berupa foto, video dan kliping pemberitaan. Nurdin mengungkapkan, hampir semua media menyoroti tangisan hakim Teguh.
"Kami menyertakan dokumentasi berupa foto dan rekaman video. Kliping pemberitaan media kami sertakan untuk memperkuat bahwa kejadian tangisan itu ada, karena nggak mungkin media berbohong," katanya. K-PPP menilai perilaku Teguh bertentangan dengan keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua KY entang kode etik dan pedoman perilaku hakim.