REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar versi Muktamar Jakarta, Agun Gunanjar mengaku heran dengan sikap dua hakim Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang tak mau berpendapat terkait dualisme partai Golkar. Akibatnya putusan MPG menimbulkan situasi yang multitafsir.
Agung mengatakan dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan kasasi, ini membuat konflik partai menjadi berkepanjangan. Ia menilai seharusnya lebih baik putusan dari Muladi dan Natabaya sifatnya jelas yakni kubu siapa yang dianggap sah.
"Kalau sekarang ini sifatnya abu abu. Andai dua hakim itu memutus kubu Ical yang sah saya justru lebih hormat. Itu lebih memberikan kejelasan," katanya, Rabu (4/3).
Meski seperti itu kondisinya, dia tetap meyakini kalau kubu Agung Laksono yang sah jika mengacu pada putusan MPG. Agun menyatakan ibaratnya dua hakim sudah menyatakan kubu Agung yang sah. Sedangkan dua hakim lain abu abu.
"Jadi kami tak sepakat kalau kubu Ical berkata saat ini draw," ujarnya.
Sebelumnya Sidang Mahkamah Partai Golkar (MPG) berakhir dengan perbedaan pendapat di antara anggota Majelis Hakim. Alhasil, Majelis hakim di lembaga pengadil internal tersebut tak memiliki keputusan pasti memutuskan perkara dualisme kepengurusan Golkar.
Ketua Hakim MPG, Muladi dan Natabaya, dalam putusan menyatakan, tidak menerima kehadiran dua musyawarah nasional (Munas), baik Munas Bali ataupun Munas Ancol.
Sedangkan dua anggota Majelis lainnya, Andi Mattalata dan Djasri Marin sepakat menyatakan menerima permohonan Golkar Munas Ancol atas termohon Golkar Munas Bali. Keduanya setuju, mengakui kepengurusan Golkar Munas Ancol adalah kepengurusan yang sah.