REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franky Welirang mempertanyakan pernyataan Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika yang menganggap bahwa PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara Asing dan Swasta.
Menurut saya bukan begitu faktanya,” kata Franky kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/5).
Franky menjelaskan, cara membaca yang benar adalah BUMN disebut punya swasta atau asing kalau saham mayoritasnya atau lebih dari 50% dimiliki swasta atau saing itu. "PGN nyatanya tidak demikian," tegas dia.
Menurut Franky, BUMN yang sudah masuk bursa tidak bisa menolak sahamnya untuk dibeli pemain bursa. Dalam kondisi di bursa Indonesia, pemainnya ada swasta dan ada pula pemodal asing.
Sangat tidak masuk akal kalau melarang pemodal asing membeli saham BUMN, sementara pemerintah justru mendorong pemain asing masuk ke Indonesia,” kata Franky.
Malahan kata Franky BUMN harus didorong untuk masuk bursa demi keterbukaan informasi. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan BUMN menjadi sapi perahan dari pihak lain seperti partai politik misalnya.
Seharusnya DPR mendung BUMN yang go public. “Sebagai anggota DPR harusnya Pak Kaya.aya mendukung BUMN yang go public,” katanya.
Sebelumnya, Kardaya Warnika menyatakan bahwa PGN bukan termasuk dalam perusahaan BUMN. Pasalnya, saat ini sebagian salaam PGN di Bursa Efek Indonesia dimiliki swasta dan asing.
Padahal kalau dilihat, sebenarnya kepemilikan saham asing di PGN masih lebih kecil dibanding sejumlah BUMN lainnya, seperti Telkom, Bank BRI, dan Semen Indonesia.
Berikut daftar BUMN dan persentase saham asing berdasarkan data AEI.
1.Bank BRI 38,59%
2. Bank Mandiri 31,88%
3. Bank BNI 29,15%
4. Bank BTN 25,49%
5. Telkom 38,35%
6. PGN 35,26%
7. Semen Indonesia 38,22%
8. Bukit Asam 13,76%
9. Jasa Marga 14,51%
10. Adhi Karya 10,40%
11. Wijaya Karya 11,14%