REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-– Penelitian yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelejen Negara (BIN) dan Densus 88 terkait ditemukannya sejumlah pesantren yang radikalis di Indonesia menuai kontroversi.
Banyak pihak yang mempertanyakan cara yang dilakukan mereka untuk menilai keradikalisan suatu pesantren dalam penelitiannya. Mendengar temuan tersebut, Menteri Agama (Menag) RI, Lukman Hakim Saifuddin pun ikut menanggapinya. Menurutnya, pada hakikatnya tidak ada pondok pesantren yang mengajarkan radikalisme.
“Tidak ada ponpes ajarkan radikalisme,” ungkap Lukman kepada Republika, Senin (9/3).
Oleh sebab itu, Lukman menduga adanya ketidaktepatan yang dilakukan peneliti dalam menilai ponpes-ponpes yang dimaksud radikalis tersebut. “Jadi, jangan-jangan yang diindakasikan radikal itu yang mengaku-aku atau dianggap ponpes,” jelasnya.
Lukman menegakan, pesantren yang sesungguhnya itu pastilah mengajarkan Islam dengan baik. Yakni, terangnya, mengajarkan Islam yang sesuai dengan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW, Islam rahmatal lil alamin.
Menurut Lukman, salah satu ajaran Islam yang sesungguhnya itu memiliki makna bahwa islam itu cinta tanah air. Hal ini karena kondisi itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keimanan. Maka dari itu, Lukman kembali menegaskan bahwa selama ini pihaknya belum menemukan secara nyata ponpes yang dimaksud itu.
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Dinniyah dan Pontren, Mohsen mengaku pihak Kemenag sudah meninjau ponpes-ponpes yang masuk ke dalam kategori itu. Namun, menurutnya, Kemenag tidak menemukan kejanggalan dari aktivitas yang dilakukan sejumlah ponpes itu. Oleh karena itu, hingga kini Kemenag masih mempertanyakan konsep yang digunakan BNPT dalam menilai keradikalisan sebuah pesantren.