REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kontra terorisme The community of Islamic Ideology Analyst (CIIA), Harits Abud Ulyaberpendapat hasil yang ditemui BNPT itu merupakan contoh sudut pandang dan paradigma mereka yang jelas berpihak dan klise. Ini karena, radikal itu tidak hanya berbentuk aksi, tapi pemikiran juga.
Jadi, lanjutnya, radikal tidak selalu menghasilkan tindakan terorisme. “Itulah over simplikasi yang dilakukan BNPT dan itu berbahaya,” ungkapnya. Maka dari itu, pemerintah dan masyarakat diharapkan bisa berpikir obyektif dan rasional dalam menghadapi kondisi ini.
Harits juga mencontohkan fenomena yang bisa menjadi pembelajaran masyarakat agar lebih hati-hati dalam menilai. Misal, terangnya, Ponpes Ngruki dituduh radikal dan sudah meluluskan puluhan ribu santri. Kemudian BNPT atau Densus88 menemukan fakta di lapangan bahwa berapa orang alumni ngruki dituduh atau terlibat aktifitas yang di labeli terorisme oeh mereka.
Menurutnya, kondisi demikian diharapkan membuat masyarakat tidak serta merta menilai bahwa Ponpes Ngruki itu radikal. Karena, tambahnya, berubahnya radikal pemikiran menjadi radikal aksi itu masih banyak membutuhkan variabel dan stimulan lainnya. Karena hal ini berkaitan dengan internal (kondisi personal seorang) dan sikon ekternal yang meliputinya.
Sebelumnya, Kemenag mengaku menerima data dari Kepolisian mengenai sejumlah ponpes sekitar lebih dari 30 yang dianggap radikalis. Data ini ditemui oleh BNPT, BIN dan Densus88 yang telah melakukan penelitian selama beberapa waktu dan meneliti secara mendalam.