Rabu 11 Mar 2015 11:19 WIB

Pengamat: Indonesia Negara Semu dan Amburadul

Rep: C14/ Red: Winda Destiana Putri
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy
Foto: Antara
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pengalokasian dana Rp 1 triliun kepada partai-partai politik menuai kritik lebih lanjut. Pasalnya, wacana yang dicetuskan pertama kali oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ini dinilai mengabaikan akar persoalan yang mendera perpolitikan di Indonesia.

Hal ini disampaikan pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Norsy. Noorsy melihat, setidaknya pascaReformasi 1998, Indonesia terperangkap dalam tiga persoalan mendasar. Pertama, kata Noorsy, ialah suburnya rasa saling tidak percaya diantara kalangan elite politik. Lantaran itu, muncul persoalan kedua. Para elite politik sering membuat regulasi-regulasi yang isinya saling bertentangan satu sama lain.

"Karena keluar aturan-aturan yang saling bertentangan, maka muncul soal ketiga, disobidient. Misalnya, tampak di jalan raya pengendara berebut melawan arus," ujar Ichsanuddin Noorsy, Selasa (10/3) di Jakarta.

Maka dari ketiga masalah tadi, lahirlah negara yang amburadul. Inilah yang semestinya menjadi konsen pemerintah, termasuk Menteri Tjahjo. Namun, pendekatan yang digunakan Menteri Tjahjo justru pendekatan uang, bukan pemulihan sistem.

"Dari tiga hal tadi, lahirlah negara amburadul. Karena sudah sampai simpulan negara amburadul, maka soalnya bukan lagi Rp 1 triliun," kata dia.

Hal ini diperparah dengan efek demokrasi yang terlampau liberal di Indonesia. Menurut Noorsy, efek ini sudah menjalar ke semua lini, baik itu legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Kondisi demikian, melahirkan sistem bernegara yang semu.

"Kekuatan transaksional materi di lingkup legislatif, membuat DPR perwakilan semu. Anggota DPR bukan mewakili rakyat, tapi partai atau dirinya. Begitu juga di eksekutif, ada false authority, kewenangan semu," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement