REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Jakarta, memperuncing konflik di internal partai berlambang pohon beringin itu.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Boni Hargens menilai kondisi ini semakin sulit untuk mendamaikan kedua kubu yang bertikai. Bahkan menurutnya, sangat tidak mungkin kedua kubu mau untuk mengadakan musyawarah nasional bersama.
"Munas tidak bisa berjalan ditengah kedua kubu masih saling diliputi ego sektoral," ujarnya kepada Republika.
Menurutnya, secara matematika politik, kubu Agung Laksono sudah menang karena mendapatkan legalitas melalui Menteri Hukum dan HAM. Islah disebut Boni nantinya tidak akan seperti islah pada arti harfiah.
Ditengah ego sektoral, maka islah akan berarti berunding bersama untuk mendapatkan win-win solution, bukan saling legowo dan memaafkan.
"Tapi jika berhadap semua pihak bisa terlibat dan bergabung untuk melakukan pemilihan ulang secara fair, apa ia kedua belah pihak bisa duduk bersama?," katanya.
Ia menegaskan, secara matematika politik tidak ada gunanya dilakukan Munas, kecuali gugatan Aburizal diterima oleh PN Jakbar, dan secara hukum Kubu Agung juga dibatalkan.
Baru kemungkinan ada islah dalam pengertian munas ulang. Resikonya, Golkar akan menempuh jalan yang jauh lebih panjang dan lebih lama untuk mencapai kesepakatan. "Itu resiko dari perbedaan politik," tandasnya