REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan, partai politik harus didorong untuk memaksimalkan iuran anggotanya di samping mendapatkan anggaran negara.
"Selama ini iuran anggota partai politik tidak maksimal. Hanya berasal dari kader yang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif. Seharusnya, anggota lain juga ditarik iuran," katanya dihubungi di Jakarta, Kamis (12/3).
Ade mengatakan, selama ini pendanaan partai politik berasal dari tiga sumber, yaitu iuran anggota, subsidi dari negara, dan sumbangan pihak ketiga.
Namun, partai politik hingga saat ini masih enggan terbuka kepada publik terhadap keuangannya apalagi untuk diaudit.
Di sisi lain, ia mengatakan anggaran negara yang dialokasikan untuk partai politik memang perlu dinaikkan, tetapi bukan sebesar Rp1 triliun per tahun untuk setiap partai sebagaimana diwacanakan.
"Dengan kondisi partai dan anggota DPR yang belum memuaskan, tidak tepat kalau kenaikkannya sebesar itu. Apalagi, pemerintah saat ini sedang gencar memotong subsidi untuk rakyat," tuturnya.
Ade juga mengatakan, saat ini partai politik telah mendapatkan dana dari APBN yang disesuaikan dengan perolehan suara dalam pemilu dengan nilai Rp108 per suara. Menurut dia, nilai tersebut terlalu kecil untuk keperluan partai politik.
Menurut dia, idealnya partai politik mendapatkan anggaran dari APBN Rp1.000 untuk setiap suara yang diperoleh dalam pemilu.
Namun, ada prasyarat yang harus dilakukan oleh partai politik yaitu memperbaiki tata kelola dan perencanaan anggarannya dan terbuka kepada publik.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menggulirkan wacana pembiayaan untuk setiap partai politik Rp1 triliun yang bersumber dari APBN untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi.
Ia berharap wacana itu mendapat dukungan dari DPR dan elemen masyarakat prodemokrasi.
"Hal ini perlu karena partai politik merupakan sarana rekrutmen kepemimpinan nasional dalam negara demokratis. Namun, persyaratan kontrol terhadap partai harus ketat dan transparan," ucapnya.
Menurut dia, partai politik memerlukan dana untuk melakukan persiapan dan melaksanakan pemilu serta melakukan pendidikan kaderisasi dan program operasional.
Tjahjo mengatakan pengawasan ketat terhadap penggunaan APBN untuk partai politik juga harus diikuti dengan sanksi keras bila ada yang melakukan pelanggaran, termasuk pembubaran partai politik.
"BPK harus mengawasi dan mengendalikan penggunaan anggaran. Lembaga pengawasan lain dan partisipasi aktif dari masyarakat juga harus terlibat," ujarnya.