REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis antikorupsi sekaligus Ketua Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Azhar tidak sepakat dengan wacana peningkatan dana parpol. Sebab subsidi dana parpol itu tidak berkorelasi dengan penurunan jumlah korupsi.
"Tidak satu pun ada korelasi peningkatan bantuan dana parpol dengan penurunan angka korupsi, makanya ini nirnalar (tidak nalar)," ujar Dahnil Azhar di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (12/2).
Sejauh pengalamannya meneliti keuangan partai politik di Indonesia sejak 2009, kata dia, tidak ada hasil penelitian yang menunjukkan santunan lebih besar kepada parpol akan menurunkan tingkat korupsi oleh kader parpol.
Penurunan jumlah korupsi, ujar dia, berkorelasi dengan akuntabilitas, transparansi dan penegakan hukum. Sehingga ketiga hal inilah yang seharusnya ditingkatkan, bukan dana yang ditingkatkan.
Permasalahan lain mengenai korupsi di Indonesia, adalah watak masyarakat yang mudah memaafkan partai terbukti melakukan korupsi. "Sehingga partai tidak berbenah karena meski melakukan korupsi akan tetap mendapat dukungan," ucap dia.
Ia mencontohkan di Jerman, parpol yang terkena kasus korupsi tidak akan dipilih lagi sehingga jumlah kursi di parlemen menurun. Sisi lain yang membuat wacana itu tidak nalar, kata dia, adalah adanya rencana pemerintah dalam memperkecil ruang fiskal untuk subsidi, tetapi malah akan mengalihkannya pada partai politik.
"Padahal mereka bilang Rp 1 triliun memperkecil ruang fiskal untuk subsidi rakyat, tetapi mengapa untuk subsidi parpol tidak disebutkan demikian?" tutur dia.
Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo sebelumnya menggulirkan wacana bahwa negara akan memberikan tambahan pendanaan bagi masing-masing partai politik sebesar Rp 1 triliun per tahun yang bersumber dari APBN. Dana bantuan itu diberikan ketika kondisi bangsa sudah baik.