REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Juru Bicara Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) Peter Sawczak mengatakan, pihaknya belum mendapat permintaan dari Otoritas Irak untuk menyelidiki klaim penggunaan senjata kimia tersebut. OPCW menurutnya, harus mendapat sampel sendiri untuk mengkonfirmasi penggunaan senjata kimia.
Para diplomat Barat di Den Haag, yang menjadi markas OPCW, mengaku telah lama khawatir ISIS akan memiliki akses ke senjata kimia. Memang tak mudah membuat senjata tersebut, namun mereka menduga ISIS telah merekrut ahli saat mereka menguasai Mosul tahun lalu.
Sebelumnya Komando Sentral Amerika Serikat mengatakan, pada 30 Januari seorang ahli senjata kimia ISIS tewas dalam serangan udara koalisi. Peristiwa tersebut terjadi sepekan setelah truk berisi gas klorin diledakan Peshmerga.
Ahli senjata kimia ISIS Abu Malik merupakan insinyur senjata kimia selama pemerintahan Saddam Hussein. Ia kemudian bergabung dengan Alqaidah pada 2005 sebelum akhirnya bergabung dengan ISIS.
Pentagon belum berkomentar terkait pernyataan Kurdi tersebut. Namun juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Alistair Baskey mengatakan, para pejabat AS mengetahui klaim Kurdi. Tapi menurutnya mereka belum memeiliki informasi mengenai kebenarannya saat ini.
"Kami melihat tuduhan tersebut sangat mengganggu, dan jika ada pihak-pihak yang terlibat dalam penggunaannya mereka harus bertanggung jawab," ujar Baskey.
Klorin merupakan bahan kimia industri yang diperkenalkan pertama kali sebagai senjata di Ypres, dalam Perang Dunia I. Meski klorin memiliki banyak kegunaan dalam industri dan masyarakat, tapi sebagai senjata gas ini mampu membuat korban tersedak hingga tewas.