REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sidang praperadilan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang menjadi tersangka korupsi proyek pengadaan bus transjakarta Udar Pristono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunda hingga 1 April 2015.
"Karena pihak turut termohon tidak lengkap, maka sidang ini ditutup dan ditunda sampai Rabu, 1 April 2015," kata hakim B Sinaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/3).
Penundaan praperadilan dikarenakan ada sejumlah pihak turut termohon yang tidak hadir dalam sidang. Turut termohon yang tidak hadir antara lain pihak PN Tangerang, PN Denpasar, pihak Gubernur DKI Jakarta, pihak Bank DKI, dan pihak PPATK.
Kuasa hukum Udar, Tonin Tachta Singarimbun sempat meminta agar sidang tetap dilanjutkan dengan alasan pihak termohon, yakni Kejaksaan Agung, dan sejumlah pihak turut termohon sudah hadir. Tonin menginginkan agar sidang praperadilan dipercepat karena khawatir berkas perkara korupsi pengadaan bus TransJakarta Udar Pristono akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk disidangkan.
Namun permohonan tersebut ditolak oleh hakim dan tetap diputuskan untuk ditunda hingga dua pekan ke depan. Hakim pun meminta agar memanggil kembali pihak yang belum hadir untuk menghadiri sidang pada 1 April mendatang.
"Saya perintahkan agar memanggil pihak yang tidak hadir satu kali lagi kita beri kesempatan, kalau tidak hadir juga kita lanjutkan," ujar hakim.
Hakim juga meminta agar pihak yang sudah hadir hari ini kembali hadir pada 1 April mendatang. Sebelumnya sidang praperadilan Udar terhadap Kejaksaan Agung juga pernah digelar pada 4 Maret lalu yang berakhir penundaan.
Pada sidang saat itu hanya ada dua pihak turut termohon yang datang, yakni pihak Bank DKI dan pihak Gubernur DKI. Udar mempraperadilankan Kejagung atas tindakan penyidik yang melakukan penyitaan aset, penggeladahan, dan memasuki rumah.
Udar memprotes 14 aset berupa properti di enam lokasi dan tiga rekening di dua bank yang disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu Udar juga meminta ganti kerugian hingga Rp1,7 triliun kepada negara akibat penyitaan aset tersebut.